Makalah pendidikan kewarganegaraan
KEBUDAYAAN
JAWA TENGAH
Disusun
oleh:
Nama : Switiani eka Yuliani
Kelas : 1-J
Kata
Pengantar
Puji syukur saya
panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini dengan penuh kemudahan.
Melalui makalah ini saya berharap
semoga pembaca dapat mengetahui berbagai macam adat istiadat yang ada pada
masyarakat jawa. Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan.
Baik itu yang dating dari penyusun maupun yang dating dari luar
Makalah ini memuat adat istiadat yang ada di Indonesia
ini khususnya adat istiadat di jawa harus tetap di lestarikan oleh generasi
penerus bangsa. Karena adat istiadat adalah budaya yang di miliki oleh setiap
suku di Indonesia .
Adat istiadat adalah peninggalan dari para leluhur kita.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih
kepada pihak - pihak yang ikut membantu
dalam menyelesaikan makalah ini yang telah membimbing penyusun agar dapat
mengetri tentang bagaimana menytusun maklah ini.
Semoga makalh ini dapat memberikan
pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca walaupun makalah ini mempunyai
banyak kekurangan. Penyusun mohon saran dan kritiknya. Terima kasih
Penyusun
i
Daftar isi
Kata pengantar………………………………….………………………….i
Daftar isi……………………………………………………………………ii
- Latar
belakang……………………………………………………....v
- Rumusan
masalah…………………………………………………..v
- Tujuan
penelitian…………………………………………………...v
- Manfaat
penelitian…………………………………………………vi
Bab II. Isi
- Seni
budaya jawa tengah…………………………………………..1
- Adapt
istiadat jawa…………………………………………………4
- Lahir dan mendewasakan anak…………………………….4
- Melamar………………………………………………………7
- Perkawinan…………………………………………………...8
- Mati/wafat…………………………………………………..12
- Bibit bobot bebet……………………………………………12
- Cinta, waspada, dan pertunangan………………………..13
- Upacara
tradisional………………………………………………..14
·
Upacara tradisional padusan…………………………………14
·
Upacara tradisional jadongan ruwah………………………..14
- Makanan
khas jawa tengah………………………………………16
- Tempat
wisata……………………………………………………..16
·
Lawang sewu…………………………………………………..16
·
Pantai marina semarang ………………………………………17
·
Candi borobudur………………………………………………17
·
Pantai jatimalang………………………….……………………22
·
Goa seplawan…………………………………………………..22
·
Wisata baturaden………………………………………………22
·
Dataran tinggi dieng…………………………………………...23
·
Kawah sikidang………………………………………………...24
·
Candi sewu……………………………………………………..25
·
Candi prambanan……………………………………………...25
ii
- Tarian
khas jawa tengah………………………………………….27
·
Tarian klasik……………………………………………………27
a) Tari bedhaya………………………………………….….27
b) Tari srimpi……………………………………………….28
a. Beksan gambyong………………………………..28
b. Bekasan wiring……………………………………29
c. Tari pethilan………………………………………29
d. Tari golek………….………………………………30
e. Tari bondan……………………………………….30
f. Tari topeng………………………………………..31
·
Tarian tradisional………………………………………………31
a. Tari dolalak, dari purworejo………………………………31
b. Patolan (prisenan), di rembang…………………………...31
c. Blora………………………………………………………….32
d. Pekalongan………………………………………………….32
e. Obeng dan begalan…………………………………………32
f. Calung dari banyumas……………………………………..32
g. Kuda lumping (jarang kepang)……………………………32
h. Lengger………………………………………………………33
i. Jatilan………………………………………………………...33
j.
Tarian jlantur……………..……………………………...….33
k. Ketek ogleng………………………………………………...33
·
Tarian gerapan baru (kresi baru)……………………………..33
a. Teri prawiroguno…………………………………………...34
b. Tari tepak – tepak putri…………………………………….34
- Arsitektur
jawa tengah…………………………………………....34
a. Arsitektur tradisional………………………………………….34
b. Arsitektur modern……………………………...……………...38
- Warisan
budaya jawa tengah………………………………….....38
a. Ktris……………………………………………………………...38
b. wayang kulit…………………………………………….……...38
c. Gamelan jawa…………………………………...……………...40
d. Batik…………………………………………………...………...41
e. Bedhaya ketawang……………………………………………..42
iii
Bab III. Penutup
·
Kesimpulan………………………………………………43
·
Saran – saran……………………………….…………….43
Daftar pustaka……………………………………………………………44
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pada masa – masa
sekarang ini banyak budaya asing yang mempengaruhi masyarakat di Indonesia .
Dan budaya asing itu kadang membuat kita jadi lupa akan adat istiadat yang ada
di Negara kita ini. Banyak masyarakat yang sudah terpengaruh oleh budaya barat.
Sebagai warga
Negara yang baik harusnya kita menyaring budaya asing yang masuk ke Negara kita
ini. Dan kita juga tidak boleh melupakan budaya warisan dari para leluhur kita
atau yang kita kenal dengan adat istiadat.
Adat istiadat yang
ada di Indonesia
khususnya di jawa banyak sekali walaupun begitu kita tidak boleh melupakannya
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang di atas dapat di rumuskan permasalahan sebagai berikut:
C.
TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan rumusan masalah di atas dapat
di smpulkan tujuan ysng dapat dicapai dalam pembuatan makalah adalah:
·
Mendeskripsikan
adat istiadat yang ada di jawa
·
Untuk
memberikan informasi kepada pembaca tentang adat istiadat yang ada di jawa
v
D.
MANFAAT PENELITIAN
Makalah ini mempunyai manfaat sebagai
berikut:
·
Bagi
pembaca: agar dapat memberikan pengetahuan tentang adat istiadat yang ada di
masyarakat jawa
·
Bagi
penyusun: agar dapat member pengetahuan dan dapat menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh dosen
Vi
BAB II
ISI
A. SENI BUDAYA JAWA TENGAH
Kebudayaan Jawa
merupakan salah satu sosok kebudayaan yang tua. Kebudayaan Jawa mengakar di
Jawa Tengah bermula dari kebudayaan nenek moyang yang bermukim di tepian Sungai
Bengawan Solo pada ribuan tahun sebelum Masehi. Fosil manusia Jawa purba yang
kini menghuni Museum
Sangiran di Kabupaten Sragen,
merupakan saksi sejarah, betapa tuanya bumi Jawa Tengah sebagai kawasan
pemukiman yang dengan sendirinya merupakan suatu kawasan budaya. Dari kebudayaan purba itulah
kemudian tumbuh dan berkembang sosok kebudayaan Jawa klasik yang hingga kini
terus bergerak menuju kebudayaan Indonesia .
Kata klasik ini berasal dari kata
Clacius, yaitu nama orang yang telah berhasil menciptakan karya sastra yang
mempunyai “nilai tinggi”. Maka karya sastra yang tinggi nilainya hasil karya
Clacius itu dinamakan “Clacici”. Padahal Clacici adalah golongan
ningrat/bangsawan, sedangkan Clacius termasuk golongan ningrat, oleh karena itu
hasil karya seni yang mempunyai nilai tinggi disebut “seni klasik”.
Bengawan Solo bukan hanya terkenal
dengan lagu ciptaan Gesang akan tetapi lebih daripada itu lembahnya terkenal
sebagai tempat dimana banyak sekali diketemukan fosil dan peninggalan awal
sejarah kehidupan di atas bumi ini.
Pada tahun 1891 Eugene Dubois menemukan sisa-sisa manusia purba yang diberi nama “Phitecanthropus Erectus” di daerah Trinil, Ngawi Karesidenan Madiun. Ternyata fosil-fosil itu lebih purba (tua) dan lebih primitif daripada fosil-fosil Neanderthal yang ditemukan di Eropa sebelumnya.
Pada tahun 1891 Eugene Dubois menemukan sisa-sisa manusia purba yang diberi nama “Phitecanthropus Erectus” di daerah Trinil, Ngawi Karesidenan Madiun. Ternyata fosil-fosil itu lebih purba (tua) dan lebih primitif daripada fosil-fosil Neanderthal yang ditemukan di Eropa sebelumnya.
Penggalian-penggalian
diteruskan hingga pada sekitar tahun 1930-1931 ditemukan lagi fosil manusia di
Ngandong dan di Kedungbrubus daerah Sangiran. Fosil ini lebih tua dari yang
ditemukan di Jerman maupun di Peking. Berbeda dengan penemuan di bagian dunia
lain, penemuan fosil-fosil pulau Jawa didapat pada semua lapisan Pleistoceen
1
dan tidak hanya pada satu lapisan
saja. Hingga nampak jelas perkembangan manusia sejak dari bentuk ‘keorangan’nya
yang mula-mula (homonide), sedang dari bagian lain di dunia penemuan-penemuan
itu tidak memberi gambaran yang sedemikian lengkap. Manusia purba itu
diperkirakan hidup dalam kelompok-kelompok kecil bahkan mungkin dalam
keluarga-keluarga yang terdiri dari enam shingga duabelas individu. Mereka
hidup berburu binatang di sepanjang lembah-lembah sungai. Cara hidup seperti
ini agaknya tetap berlangsung selama satu juta tahun. Kemudian diketemukan
sisa-sisa artefak yang terdiri dari alat-alat kapak batu di sebuah situs di
dekat desa Pacitan, dalam lapisan bumi yang berdasarkan data geologi diperkirakan
berumur 800.00 tahun dan diasosiasikan dengan fosil Pithecanthropus yang telah
berevolusi lebih jauh. Dengan demikian diperkirakan bahwa sejak paling sedikit
800.000 tahun yang lalu para pemburu di pulau Jawa sudah memiliki suatu
kebudayaan.
Manusia dan
kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang erat sekali. Kedua-duanya tidak
mungkin dipisahkan. Ada manusia ada kebudayaan, tidak akan ada kebudayaan jika
tidak ada pendukungnya, yaitu manusia. Akan tetapi manusia itu hidupnya tidak
berapa lama, ia lalu mati. Maka untuk melangsungkan kebudayaan, pendukungnya
harus lebih dari satu orang, bahkan harus lebih dari satu turunan. Jadi harus
diteruskan kepada anak cucu keturunan selanjutnya.
Kebudayaan Jawa klasik yang keagungannya diakui oleh dunia internasional dapat dilihat pada sejumlah warisan sejarah yang berupa candi, stupa, bahasa, sastra, kesenian dan adat istiadat. Candi Borobudur di dekat Magelang, candi Mendut, candi Pawon, Candi Prambanan di dekat Klaten, candi Dieng, candi Gedongsongo dan candi Sukuh merupakan warisan kebudayaan masa silam yang tak ternilai harganya. Teks-teks sastra yang terpahat di batu-batu prasasti, tergores di daun lontar dan tertulis di kitab-kitab merupakan khasanah sastra Jawa klasik yang hingga kini tidak habis-habisnya dikaji para ilmuwan. Ada pula warisan kebudayaan yang bermutu tinggi dalam wujud seni tari, seni musik, seni rupa, seni pedalangan,seni bangunan (arsitektur), seni busana, adat istiadat, dsbnya.
Kebudayaan Jawa klasik yang keagungannya diakui oleh dunia internasional dapat dilihat pada sejumlah warisan sejarah yang berupa candi, stupa, bahasa, sastra, kesenian dan adat istiadat. Candi Borobudur di dekat Magelang, candi Mendut, candi Pawon, Candi Prambanan di dekat Klaten, candi Dieng, candi Gedongsongo dan candi Sukuh merupakan warisan kebudayaan masa silam yang tak ternilai harganya. Teks-teks sastra yang terpahat di batu-batu prasasti, tergores di daun lontar dan tertulis di kitab-kitab merupakan khasanah sastra Jawa klasik yang hingga kini tidak habis-habisnya dikaji para ilmuwan. Ada pula warisan kebudayaan yang bermutu tinggi dalam wujud seni tari, seni musik, seni rupa, seni pedalangan,seni bangunan (arsitektur), seni busana, adat istiadat, dsbnya.
Masyarakat Jawa
Tengah sebagai ahli waris kebudayaan Jawa klasik bukanlah masyarakat yang
homogen atau sewarna, melainkan sebuah masyarakat besar yang mekar dalam
keanekaragaman budaya. Hal itu tercermin pada tumbuhnya wilayah-wilayah budaya
yang pada pokoknya terdiri atas wilayah budaya Negarigung, wilayah budaya
2
Banyumasan dan
wilayah budaya Pesisiran.
Wilayah budaya Negarigung yang mencakup daerah Surakarta – Yogyakarta dan sekitarnya merupakan wilayah budaya yang bergayutan dengan tradisikraton(Surakarta dan Yogyakarta). Wilayah budaya Banyumasan menjangkau daerah Banyumas, Kedu dan Bagelen. Sedangkan wilayah budaya pesisiran meliputi daerah Pantai Utara Jawa Tengah yang memanjang dari Timur ke Barat.
Wilayah budaya Negarigung yang mencakup daerah Surakarta – Yogyakarta dan sekitarnya merupakan wilayah budaya yang bergayutan dengan tradisikraton(Surakarta dan Yogyakarta). Wilayah budaya Banyumasan menjangkau daerah Banyumas, Kedu dan Bagelen. Sedangkan wilayah budaya pesisiran meliputi daerah Pantai Utara Jawa Tengah yang memanjang dari Timur ke Barat.
Keragaman
budaya tersebut merupakan kondisi dasar yang menguntungkan bagi mekarnya
kreatifitas cipta, ras dan karsa yang terwujud pada sikap budaya.
Di daerah Jawa Tengah segala macam bidang seni tumbuh dan berkembang dengan baik, dan hal ini dapat kita saksikan pada peninggalan-peninggalan yang ada sekarang.
Provinsi Jawa Tengah yang merupakan satu dari sepuluh DTW (Daerah Tujuan Wisata) di Indonesia dapat dengan mudah dijangkau dari segala penjuru, baik darat, laut maupun udara. Provinsi ini telah melewati sejarah yang panjang, dari jaman purba hingga sekarang.
Dalam usaha memperkenalkan daerah Jawa Tengah yang kaya budaya dan potensi alamnya, Provinsi Jawa Tengah sebagaimana provinsi-provinsi lain di Indonesia, mempunyai anjungan daerah di Taman Mini “Indonesia Indah” yang juga disebut “Anjungan Jawa Tengah”. Anjungan Jawa Tengah Taman Mini “Indonesia Indah” merupakan “show window” dari daerah Jawa Tengah.
Anjungan Jawa Tengah di Taman Mini “Indonesia Indah” dibangun untuk membawakan wajah budaya dan pembangunan Jawa Tengah pada umunya. Bangunan induk beserta bangunan lain di seputarnya secara keseluruhan merupakan kompleks perumahan yang dinamakan “Padepokan Jawa Tengah”, yang berarsitektur Jawa asli.
Di daerah Jawa Tengah segala macam bidang seni tumbuh dan berkembang dengan baik, dan hal ini dapat kita saksikan pada peninggalan-peninggalan yang ada sekarang.
Provinsi Jawa Tengah yang merupakan satu dari sepuluh DTW (Daerah Tujuan Wisata) di Indonesia dapat dengan mudah dijangkau dari segala penjuru, baik darat, laut maupun udara. Provinsi ini telah melewati sejarah yang panjang, dari jaman purba hingga sekarang.
Dalam usaha memperkenalkan daerah Jawa Tengah yang kaya budaya dan potensi alamnya, Provinsi Jawa Tengah sebagaimana provinsi-provinsi lain di Indonesia, mempunyai anjungan daerah di Taman Mini “Indonesia Indah” yang juga disebut “Anjungan Jawa Tengah”. Anjungan Jawa Tengah Taman Mini “Indonesia Indah” merupakan “show window” dari daerah Jawa Tengah.
Anjungan Jawa Tengah di Taman Mini “Indonesia Indah” dibangun untuk membawakan wajah budaya dan pembangunan Jawa Tengah pada umunya. Bangunan induk beserta bangunan lain di seputarnya secara keseluruhan merupakan kompleks perumahan yang dinamakan “Padepokan Jawa Tengah”, yang berarsitektur Jawa asli.
Bangunan
induknya berupa “Pendopo Agung”, tiruan dari Pendopo Agung Istana Mangkunegaran
di Surakarta, yang diakui sebagai salah satu pusat kebudayaan Jawa. Propinsi Jawa
Tengah juga terkenal dengan sebutan “The Island of Temples”, karena memang di
Jawa Tengah bertebaran candi-candi. Miniatur dari candi Borobudur, Prambanan
dan Mendut ditampilkan pula di Padepokan Jawa Tengah. Padepokan Jawa Tengah
juga merupakan tempat untuk mengenal seni bangunan Jawa yang tidak hanya berupa
bangunan rumah tempat tinggal tetapi juga seni bangunan peninggalan dari jaman
Sanjayawangça dan Syailendrawangça.
3
Pendopo Agung
yang berbentuk ”Joglo Trajumas” itu berkesan anggun karena atapnya yang luas
dengan ditopang 4 (empat) Soko guru (tiang pokok), 12 (dua belas) Soko Goco dan
20 (dua puluh) Soko Rowo. Kesemuanya membuat penampilan bangunan itu berkesan
momot, artinya berkemampuan menampung segala hal, sesuai dengan fungsinya
sebagai tempat menerima tamu. Bangunan Pendopo Agung ini masih dihubungkan
dengan ruang Pringgitan, yang aslinya sebagai tempat pertunjukan ringgit atau
wayang kulit. Pringgitan ini berarsitektur Limas. Bangunan lain adalah
bentuk-bentuk rumah adat “Joglo Tajuk Mangkurat”, “Joglo Pangrawit Apitan” dan
rumah bercorak “Doro Gepak”.
Sesuai dengan fungsinya Anjungan Jawa Tengah selalu mempergelarkan kesenia-kesenian daerah yang secara tetap didatangkan dari Kabupaten-kabupaten / Kotamadya di Provinsi Jawa Tengah di samping pergelaran kesenian dari sanggar-sanggar yang ada di Ibukota, dengan tidak meninggalkan keadiluhungan nilai-nilai budaya Jawa yang hingga kini masih tampak mewarnai berbagai aspek seni budaya itu sendiri, adat-istiadat dan tata cara kehidupan masyarakat Jawa Tengah.
Sesuai dengan fungsinya Anjungan Jawa Tengah selalu mempergelarkan kesenia-kesenian daerah yang secara tetap didatangkan dari Kabupaten-kabupaten / Kotamadya di Provinsi Jawa Tengah di samping pergelaran kesenian dari sanggar-sanggar yang ada di Ibukota, dengan tidak meninggalkan keadiluhungan nilai-nilai budaya Jawa yang hingga kini masih tampak mewarnai berbagai aspek seni budaya itu sendiri, adat-istiadat dan tata cara kehidupan masyarakat Jawa Tengah.
Bangunan Joglo
Pangrawit Apitan di Anjungan Jawa Tengah TMII terletak bersebelahan dengan
sebuah panggung terbuka yang berlatar belakang sebuah bukit dengan bangunan
Makara terbuat dari batu cadas hitam bertuliskan kata-kata “Ojo Dumeh” dalam
huruf Jawa berukuran besar. Perkataan Ojo Dumeh mempunyai makna yang dalam,
sebab artinya, “Jangan Sombong”, sebuah anjuran untuk senantiasa mampu
mengendalikan diri, justru di saat seseorang merasa mempunyai keberhasilan. Di
panggung inilah pengunjung dapat menyaksikan pergelaran acara khusus Anjungan
yang biasanya merupakan acara-acara pilihan.
B. ADAT ISTIADAT JAWA
·
Lahir Dan Mendewasakan Anak
Mupu, artinya memungut anak, yang
secara magis diharapkan dapat menyebabkan hamilnya si Ibu yang memungut anak,
jika setelah sekian waktu dirasa belum mempunyai anak juga atau akhirnya tidak
mempunyai anak. Orang Jawa cenderung memungut anak dari sentono (masih ada
hubungan keluarga), agar diketahui keturunan dari siapa dan dapat diprediksi
perangainya kelak yang tidak banyak menyimpang dari orang tuanya.
4
Syarat sebelum mengambil keputusan
mupu anak, diusahakan agar mencari pisang raja sesisir yang buahnya hanya satu,
sebab menurut gugon tuhon (takhayul yang berlaku) jika pisang ini dimakan akan
nuwuhaken (menyebabkan) jadinya
anak pada wanita yang memakannya. Anhinga, bisa dimungkinkan hamil, dan tidak
harus memungut anak.
Pada saat si Ibu hamil, jika
mukanya tidak kelihatan bersih dan secantik biasanya, disimpulkan bahwa anaknya
adalah laki-laki, dan demikian sebaliknya jika anaknya perempuan.
Sedangkan di saat kehamilan berusia 7 (tujuh) bulan, diadakan hajatan nujuhbulan atau mitoni. Disiapkanlah sebuah kelapa gading yang digambari wayang dewa Kamajaya dan dewi Kamaratih(supaya si bayi seperti Kamajaya jika laki-laki dan seperti Kamaratih jika perempuan), kluban/gudangan/uraban (taoge, kacang panjang, bayem, wortel, kelapa parut yang dibumbui, dan lauk tambahan lainnya untuk makan nasi),dan rujak buah.
Disaat para Ibu makan rujak, jika pedas maka dipastikan bayinya nanti laki-laki. Sedangkan saat di cek perut si Ibu ternyata si bayi senang nendang-nendang, maka itu tanda bayi laki-laki.
Sedangkan di saat kehamilan berusia 7 (tujuh) bulan, diadakan hajatan nujuhbulan atau mitoni. Disiapkanlah sebuah kelapa gading yang digambari wayang dewa Kamajaya dan dewi Kamaratih(supaya si bayi seperti Kamajaya jika laki-laki dan seperti Kamaratih jika perempuan), kluban/gudangan/uraban (taoge, kacang panjang, bayem, wortel, kelapa parut yang dibumbui, dan lauk tambahan lainnya untuk makan nasi),dan rujak buah.
Disaat para Ibu makan rujak, jika pedas maka dipastikan bayinya nanti laki-laki. Sedangkan saat di cek perut si Ibu ternyata si bayi senang nendang-nendang, maka itu tanda bayi laki-laki.
Lalu para Ibu mulai memandikan
yang mitoni disebut tingkeban, didahului Ibu tertua, dengan air kembang setaman
(air yang ditaburi mawar, melati, kenanga dan kantil), dimana yang mitoni
berganti kain sampai 7 (tujuh) kali. Setelah selesai baru makan nasi urab, yang
jika terasa pedas maka si bayi diperkirakan laki-laki.
Kepercayaan orang Jawa bahwa anak pertama sebaiknya laki-laki, agar bisa mendem jero lan mikul duwur (menjunjung derajat orang tuanya jika ia memiliki kedudukan baik di dalam masyarakat). Dan untuk memperkuat keinginan itu, biasanya si calon Bapak selalu berdo’a memohon kepada Tuhan.
Kepercayaan orang Jawa bahwa anak pertama sebaiknya laki-laki, agar bisa mendem jero lan mikul duwur (menjunjung derajat orang tuanya jika ia memiliki kedudukan baik di dalam masyarakat). Dan untuk memperkuat keinginan itu, biasanya si calon Bapak selalu berdo’a memohon kepada Tuhan.
Slametan pertama berhubung
lahirnya bayi dinamakan brokohan, yang terdiri dari nasi tumpeng dikitari
uraban berbumbu pedas tanda si bayi laki-laki) dan ikan asin goreng tepung,
jajanan pasar berupa ubi rebus, singkong, jagung, kacang dan lain-lain, bubur
merah-putih, sayur lodeh kluwih/timbul agar linuwih (kalau sudah besar
terpandang). Ketika bayi berusia 5 (lima) hari dilakukan slametan sepasaran,
dengan jenis makanan sama dengan brokohan.
5
Bedanya dalam sepasaran rambut si
bayi di potong sedikit dengan gunting dan bayi diberi nama, misalnya bernama
Kent Risky Yuwono.
Saat diteliti di almanak Jawa
tentang wukunya, ternyata Kent Risky Yuwono berwuku tolu, yakni wuku ke-5 dari
rangkaian wuku yang berjumlah 30 (tiga puluh). Menurut wuku tolu maka Kent
Risky Yuwono berdewa Batara Bayu, ramah-tamah walau bisa berkeras hati,
berpandangan luas, cekatan dalam menjalankan tugas serta ahli di bidang
pekerjaannya, kuat bergadang hingga pagi, pemberani, banyak rejekinya,
dermawan, terkadang suka pujian dan sanjungan yang berhubungan dengan kekayaannya.
Slametan selapanan yaitu saat bayi berusia 35 (tiga puluh lima) hari, yang pada pokoknya sama dengan acara sepasaran. Hanya saja disini rambut bayi dipotong habis, maksudnya agar rambut tumbuh lebat. Setelah ini, setiap 35 (tiga puluh lima) hari berikutnya diadakan acara peringatan yang sama saja dengan acara selapanan sebelumnya, termasuk nasi tumpeng dengan irisan telur ayam rebus dan bubur merah-putih.
Slametan selapanan yaitu saat bayi berusia 35 (tiga puluh lima) hari, yang pada pokoknya sama dengan acara sepasaran. Hanya saja disini rambut bayi dipotong habis, maksudnya agar rambut tumbuh lebat. Setelah ini, setiap 35 (tiga puluh lima) hari berikutnya diadakan acara peringatan yang sama saja dengan acara selapanan sebelumnya, termasuk nasi tumpeng dengan irisan telur ayam rebus dan bubur merah-putih.
Peringatan
tedak-siten/tujuhlapanan atau 245 (dua ratus empat puluh lima) hari sedikit
istimewa, karena untuk pertama kali kaki si bayi diinjakkan ke atas tanah.
Untuk itu diperlukan kurungan ayam yang dihiasi sesuai selera. Jika bayinya
laki-laki, maka di dalam kurungan juga diberi mainan anak-anak dan alat tulis
menulis serta lain-lainnya (jika si bayi ambil pensil maka ia akan menjadi
pengarang, jika ambil buku berarti suka membaca, jika ambil kalung emas maka ia
akan kaya raya, dan sebagainya) dan tangga dari batang pohon tebu untuk dinaiki
si bayi tapi dengan pertolongan orang tuanya. Kemudian setelah itu si Ibu
melakukan sawuran duwit (menebar uang receh) yang diperebutkan para tamu dan
anak-anak yang hadir agar memperoleh berkah dari upacara tedak siten.
Setelah si anak berusia menjelang
sewindu atau 8 (delapan) tahun, belum juga mempunyai adik, maka perlu dilakukan
upacara mengadakan wayang kulit yang biasa acara semacam ini dinamakan ngruwat
agar bebas dari marabahaya Biasanya tentang cerita Kresno Gugah yang
dilanjutkan dengan cerita Murwakala.
6
Saat menjelang remaja, tiba
waktunya ditetaki/khitan/sunat. Setibanya di tempat sunat (dokter atau
dukun/bong), sang Ibu menggendong si anak ke dalam ruangan seraya mengucapkan
kalimat: laramu tak sandang kabeh (sakitmu saya tanggung semua).
Orang Jawa kuno sejak dulu
terbiasa menghitung dan memperingati usianya dalam satuan windu, yaitu setiap 8
(delapan) tahun. Peristiwa ini dinamakan windon, dimana untuk windu pertama
atau sewindu, diperingati dengan mengadakan slametan bubur merah-putih dan nasi
tumpeng yang diberi 8 (delapan) telur ayam rebus sebagai lambang usia. Tapi
peringatan harus dilakukan sehari atau 2 (dua) hari setelah hari kelahiran,
yang diyakini agar usia lebih panjang. Kemudian saat peringatan 2 (dua) windu,
si anak sudah dianggap remaja/perjaka atau jaka, suaranya ngagor-agori
(memberat). Saat berusia 32 (tiga puluh dua ) tahun yang biasanya sudah kawin
dan mempunyai anak, hari lahirnya dirayakan karena ia sudah hidup selama 4
(empat) windu, maka acaranya dinamakan tumbuk alit (ulang tahun kecil).
Sedangkan ulang tahun yang ke 62 (enam puluh dua) tahun disebut tumbuk ageng.
Saat dewasa, banyak congkok atau
kasarnya disebut calo calon isteri, yang membawa cerita dan foto gadis. Tapi si
anak dan orang tuanya mempunyai banyak pertimbangan yang antara lain: jangan
mbokongi (menulang-punggungi sebab keluarga si gadis lebih kaya) walau ayu dan
luwes karena perlu mikir praja (gengsi), jangan kawin dengan sanak-famili walau
untuk nggatuake balung apisah (menghubungkan kembali tulang-tulang
terpisah/mempererat persaudaraan) dan bergaya priyayi karena seandainya cerai
bisa terjadi pula perpecahan keluarga, kalaupun seorang ndoro (bangsawan) tapi
jangan terlalu tinggi jenjang kebangsawanannya atau setara dengan si anak serta
sederhana dan menarik hati. Lagi pula si laki-laki sebaiknya harus gandrung kapirangu
(tergila-gila/cinta).
·
Melamar
Bapak dari anak laki-laki membuat
surat lamaran, yang jika disetujui maka biasanya keluarga perempuan membalas
surat sekaligus mengundang kedatangan keluarga laki-laki guna mematangkan
pembicaraan mengenai lamaran dan jika perlu sekaligus merancang segala sesuatu
tentang perkawinan.
7
Setelah ditentukan hari
kedatangan, keluarga laki-laki berkunjung ke keluarga perempuan dengan sekedar
membawa peningset, tanda pengikat guna meresmikan adanya lamaran dimaksud.
Sedangkan peningsetnya yaitu 6 (enam) kain batik halus bermotif lereng yang
mana tiga buah berlatar hitam dan tiga buah sisanya berlatar putih, 6 (enam)
potong bahan kebaya zijdelinnen dan voal berwarna dasar aneka, serta 6 (enam)
selendang pelangi berbagai warna dan 2 (dua) cincin emas berinisial huruf depan
panggilan calon pengantin berukuran jari pelamar dan yang dilamar (kelak
dipakai pada hari perkawinan). Peningset diletakkan di atas nampan dengan
barang-barang tersebut dalam kondisi tertutup.
Orang yang pertama kali
mengawinkan anak perempuannya dinamakan mantu sapisanan atau mbuka kawah,
sedang mantu anak bungsu dinamakan mantu regil atau tumplak punjen.
·
Perkawinan
Orang Jawa khususnya Solo, yang
repot dalam perkawinan adalah pada pihak wanitanya, sedangkan pihak laki-laki
biasanya cukup memberikan sejumlah uang guna membantu pengeluaran yang
dikeluarkan pihak perempuan, di luar terkadang ada pemberian sejumlah
perhiasan, perabot rumah maupun rumahnya sendiri. Selain itu saat acara ngunduh
(acara setelah perkawinan dimana yang membuat acara pihak laki-laki untuk
memboyong isteri ke rumahnya), biaya dan pelaksana adalah pihak laki-laki,
walau biasanya sederhana.
Dalam perkawinan harus dicari hari
“baik”, maka perlu dimintakan pertimbangan dari ahli hitungan hari “baik”
berdasarkan patokan Primbon Jawa. Setelah diketemukan hari baiknya, maka
sebulan sebelum akad nikah, secara fisik calon pengantin perempuan disiapkan
untuk menjalani hidup perkawinan, dengan diurut dan diberi jamu oleh ahlinya.
Ini dikenal dengan istilah diulik, yaitu mulai dengan pengurutan perut untuk
menempatkan rahim dalam posisi tepat agar dalam persetubuhan pertama dapat
diperoleh keturunan, sampai dengan minum jamu Jawa yang akan membikin tubuh
ideal dan singset.Selanjutnya dilakukan upacara pasang tarub (erat hubungannya
dengan takhayul) dan biasanya di rumah sendiri (kebiasaan di gedung baru mulai
tahun 50-an), dari bahan bambu serta gedek/bilik dan atap rumbia yang di masa
sekarang diganti tiang kayu atau besi dan
8
kain terpal.Dahulu pasang tarub
dikerjakan secara gotong-royong, tidak seperti sekarang. Dan lagi pula karena
perkawinan ada di gedung, maka pasang tarub hanya sebagai simbolis berupa
anyaman daun kelapa yang disisipkan dibawah genting. Dalam upacara pasang tarub
yang terpenting adalah sesaji. Sebelum pasang tarub harus diadakan kenduri
untuk sejumlah orang yang ganjil hitungannya (3 – 9 orang). Do’a oleh Pak Kaum
dimaksudkan agar hajat di rumah ini selamat, yang bersamaan dengan ini
ditaburkan pula kembang setaman, bunga rampai di empat penjuru halaman rumah,
kamar mandi, dapur dan pendaringan (tempat menyimpan beras), serta di
perempatan dan jembatan paling dekat dengan rumah. Diletakkan pula sesaji satu
ekor ayam panggang di atas genting rumah. Bersamaan itu pula rumah dihiasi
janur, di depan pintu masuk di pasang batang-batang tebu, daun alang-alang dan
opo-opo, daun beringin dan lain-lainnya, yang bermakna agar tidak terjadi
masalah sewaktu acara berlangsung. Di kiri kanan pintu digantungkan buah kelapa
dan disandarkan pohon pisang raja lengkap dengan tandannya, perlambang status
raja.
Siraman (pemandian) dilakukan sehari sebelum akad nikah, dilakukan oleh Ibu-ibu yang sudah berumur serta sudah mantu dan atau lebih bagus lagi jika sudah sukses dalam hidup, disiramkan dari atas kepala si calon pengantin dengan air bunga seraya ucapan “semoga selamat di dalam hidupnya”. Seusai upacara siraman, makan bersama berupa nasi dengan sayur tumpang (rebusan sayur taoge serta irisan kol dan kacang panjang yang disiram bumbu terbuat dari tempe dan tempe busuk yang dihancurkan hingga jadi saus serta diberi santan, salam, laos serta daun jeruk purut yang dicampuri irisan pete dan krupuk kulit), dengan pelengkap sosis dan krupuk udang.
Siraman (pemandian) dilakukan sehari sebelum akad nikah, dilakukan oleh Ibu-ibu yang sudah berumur serta sudah mantu dan atau lebih bagus lagi jika sudah sukses dalam hidup, disiramkan dari atas kepala si calon pengantin dengan air bunga seraya ucapan “semoga selamat di dalam hidupnya”. Seusai upacara siraman, makan bersama berupa nasi dengan sayur tumpang (rebusan sayur taoge serta irisan kol dan kacang panjang yang disiram bumbu terbuat dari tempe dan tempe busuk yang dihancurkan hingga jadi saus serta diberi santan, salam, laos serta daun jeruk purut yang dicampuri irisan pete dan krupuk kulit), dengan pelengkap sosis dan krupuk udang.
Midodareni adalah malam sebelum
akad nikah, yang terkadang saat ini dijadikan satu dengan upacara temu. Pada
malam midodareni sanak saudara dan para tetangga dekat datang sambil
bercakap-cakap dan main kartu sampai hampir tengah malam, dengan sajian nasi
liwet (nasi gurih karena campuran santan, opor ayam, sambel goreng, lalab timun
dan kerupuk).Upacara akad nikah, harus sesuai sangat (waktu/saat yang baik yang
telah dihitung berdasarkan Primbon Jawa) dan Ibu-Ibu kedua calon pengantin
tidak memakai subang/giwang (untuk memperlihatkan keprihatinan mereka
sehubungan dengan peristiwa ngentasake/mengawinkan anak, yang sekarang jarang
diindahkan yang mungkin karena malu). Biasanya acara di pagi hari,
sehingga
9
harus disediakan kopi susu dan
sepotong kue serta nasi lodopindang (nasi lodeh dengan potongan kol, wortel,
buncis, seledri dan kapri bercampur brongkos berupa bumbu rawon tapi pakai
santan) yang dilengkapi krupuk kulit dan sosis. Disaat sedang sarapan, Penghulu
beserta stafnya datang, ikut sarapan dan setelah selesai langsung dilakukan
upacara akad nikah.
Walau akad nikah adalah sah secara
hukum, tetapi dalam kenyataannya masih banyak perhatian orang terpusat pada
upacara temu, yang terkadang menganggap sebagai bagian terpenting dari perayaan
perkawinan. Padahal sebetulnya peristiwa terpenting bagi calon pengantin adalah
saat pemasangan cincin kawin, yang setelah itu Penghulu menyatakan bahwa mereka
sah sebagai suami-isteri. Temu adalah upacara adat dan bisa berbeda walau tak
seberapa besar untuk setiap daerah tertentu, misalnya gaya Solo dan gaya Yogya.
Misalnya dalam gaya Solo, di hari
“H”nya, di sore hari. Tamu yang datang paling awal biasanya sanak-saudara
dekat, agar jika tuan rumah kerepotan bisa dibantu. Lalu tamu-tamu lainnya,
yang putri langsung duduk bersila di krobongan, dengan lantai permadani dan
tumpukan bantal-bantal (biasanya bagi keluarga mampu), sedang yang laki-laki
duduk di kursi yang tersusun berjajar di Pendopo (sekarang ini laki-laki dan
perempuan bercampur di Pendopo semuanya). Para penabuh gamelan tanpa berhenti
memainkan gending Kebogiro, yang sekitar 15 (lima belas) menit menjelang
kedatangan pengantin laki-laki dimainkan gending Monggang. Tapi saat pengantin
beserta pengiring sudah memasuki halaman rumah/gedung, gending berhenti, dan
para tamu biasanya tahu bahwa pengantin datang. Lalu tiba di pendopo, ia
disambut dan dituntun/digandeng dan diiringi para orang-tua masih sejawat orang
tuanya yang terpilih
Sementara itu, pengantin perempuan
yang sebelumnya sudah dirias dukun nganten (rambut digelung dengan gelungan
pasangan, dahi dan alis di kerik rambutnya, dsb.nya) untuk akad nikah, dirias
selengkapnya lagi di dalam kamar rias. Lalu setelah siap, ia dituntun/digandeng
ke pendopo oleh dua orang Ibu yang sudah punya anak dan pernah mantu, ditemukan
dengan pengantin laki-laki (waktu diatur yaitu saat pengantin pria tiba di
rumah/gedung, pengantin perempuan pun juga sudah siap keluar dari kamar rias),
dengan iringan gending Kodokngorek.
10
Sedangkan pengantin laki-laki
dituntun ke arah krobongan.Ketika mereka sudah berjarak sekitar 2 (dua) meter,
mereka saling melempar dengan daun sirih yang dilipat dan diikat dengan benang,
yang siapa saja melempar lebih kena ke tubuh diartikan bahwa dalam hidup
perkawinannya akan menang selalu. Lalu yang laki-laki mendekati si wanita yang berdiri
di sisi sebuah baskom isi air bercampur bunga. Di depan baskom di lantai
terletak telur ayam, yang harus diinjak si laki-laki sampai pecah, dan setelah
itu kakinya dibasuh dengan air bunga oleh si wanita sambil berjongkok. Kemudian
mereka berjajar, segera Ibu si wanita menyelimutkan slindur/selendang yang
dibawanya ke pundak kedua pengantin sambil berucap: Anakku siji saiki dadi loro
(anakku satu sekarang menjadi dua). Selanjutnya mereka dituntun ke krobongan,
dimana ayah dari pengantin perempuan menanti sambil duduk bersila, duduk di
pangkuan sang ayah sambil ditanya isterinya: Abot endi Pak? (berat mana Pak ?),
yang dijawab sang suami: Pada dene (sama saja). Selesai tanya jawab, mereka
berdiri, si laki-laki duduk sebelah kanan dan si perempuan sebelah kiri, dimana
si dukun pengantin membawa masuk sehelai tikar kecil berisi harta (emas, intan,
berlian) dan uang pemberian pengantin laki-laki yang dituangkan ke tangan
pengantin perempuan yang telah memegang saputangan terbuka, dan disaksikan oleh
para tamu secara terbuka. Inilah yang disebut kacar-kucur.
Guna lambang kerukunan di dalam
hidup, dilakukan suap-menyuap makanan antara pengantin. Bersamaan dengan ini,
makanan untuk tamu diedarkan (sekarang dengan cara prasmanan) berurutan satu
persatu oleh pelayan. Setelah itu, dilakukan acara ngabekten (melakukan sembah)
kepada orang tua pengantin perempuan dan tilik nganten (kehadiran orang tua
laki-laki ke rumah/gedung setelah acara temu selesai yang langsung duduk
dikrobongan dan disembah kedua pengantin).
Lalu setelah itu dilakukan kata
sambutan ucapan terima kasih kepada para tamu dan mohon do’a restu, yang
kemudian dilanjutkan dengan acara hiburan berupa suara gending-gending dari
gamelan, misalnya gending ladrang wahana, lalu tayuban bagi jamannya yang senang
acara itu, dsb.nya.
11
·
Mati/Wafat
Demikian, sepasang pengantin itu
akan mempunyai anak, menjadi dewasa, kemudian mempunyai cucu dan meninggal
dunia. Yang menarik tapi mengundang kontraversi, adalah saat manusia mati.
Sebab bagi orang Jawa yang masih tebal kejawaannya, orang meninggal selalu
didandani berpakaian lengkap dengan kerisnya (ini sulit diterima bagi orang
yang mendalam keislamannya), juga bandosa (alat pemikul mayat dari kayu) yang
digunakan secara permanen, lalu terbela (peti mayat yang dikubur bersama-sama
dengan mayatnya).
Sebelum mayat diberangkatkan ke
alat pengangkut (mobil misalnya), terlebih dahulu dilakukan brobosan (jalan
sambil jongkok melewati bawah mayat) dari keluarga tertua sampai dengan
termuda.
Sedangkan meskipun slametan orang mati, mulai geblak (waktu matinya), pendak siji (setahun pertama), pendak loro (tahun kedua) sampai dengan nyewu (seribu hari/3 tahun) macamnya sama saja, yaitu sego-asahan dan segowuduk, tapi saat nyewu biasanya ditambah dengan memotong kambing untuk disate dan gule.
Sedangkan meskipun slametan orang mati, mulai geblak (waktu matinya), pendak siji (setahun pertama), pendak loro (tahun kedua) sampai dengan nyewu (seribu hari/3 tahun) macamnya sama saja, yaitu sego-asahan dan segowuduk, tapi saat nyewu biasanya ditambah dengan memotong kambing untuk disate dan gule.
Nyewu dianggap slametan terakhir
dengan nyawa/roh seseorang yang wafat sejauh-jauhnya dan menurut kepercayaan,
nyawa itu hanya akan datang menjenguk keluarga pada setiap malam takbiran, dan
rumah dibersihkan agar nyawa nenek moyang atau orang tuanya yang telah
mendahului ke alam baka akan merasa senang melihat kehidupan keturunannya
bahagia dan teratur rapi. Itulah, mengapa orang Jawa begitu giat memperbaiki
dan membersihkan rumah menjelang hari Idul fitri yang dalam bahasa Jawanya
Bakdan atau Lebaran dari kata pokok bubar yang berarti selesai berpuasanya.
·
Bibit-Bobot-Bebet
Fatwa leluhur tersebut bermaksud
agar orangtua malaksanakan pemilihan yang seksama akan calon menantunya atau
bagi yang berkepentingan memilih calon teman hidupnya. Pemilihan ini jangan
dianggap sebagai budaya pilih-pilih kasih, tapi sebenarnya lebih kepada
kecocokan multi dimensi antara sepasang anak manusia. Kriteria yang dimaksud
yaitu: Bibit: yang berarti biji/benih. Bebet: yang berarti jenis/tipe. Bobot:
yang berarti nilai/kekuatan.
Untuk memilih menantu pria atau wanita, memilih suami atau isteri oleh yang berkepentingan, sebaiknya memilih yang berasal dari benih
Untuk memilih menantu pria atau wanita, memilih suami atau isteri oleh yang berkepentingan, sebaiknya memilih yang berasal dari benih
12
(bibit) yang baik, dari jenis
(bebet) yang unggul dan yang nilai (bobot) yang berat.
Fatwa itu mengandung anjuran pula,
janganlah orang hanya semata-mata memandang lahiriyah yang terlihat berupa
kecantikan dan harta kekayaan. Pemilihan yang hanya berdasarkan wujud lahiriah
dan harta benda dapat melupakan tujuan “ngudi tuwuh” mendapatkan keturunan yang
baik, saleh, berbudi luhur, cerdas, sehat wal afiat, dsb.
·
Cinta, Waspada, Dan Pertunangan
Peribahasa
mengatakan: “cinta itu buta”. Berpedoman, bahwa hidup suami isteri itu
mengandung cita-cita luhur yaitu mendapatkan keturunan yang baik, maka
janganlah menuruti kata peribahasa tersebut. Pada hakekatnya peribahasa itu
sendiri pun mengandung “peringatan”. Memperingtkan, agar supaya dalam bercinta
tidak buta mata hati, mata kepala, dan pikiran.
Cinta kasih yang berhubungan erat dengan cita-cita justru harus diliputi oleh waspada dalam hati dan pikiran. Waspada akan tingkah kelakuan satu sama lain dan waspada akan penggoda di dalam hatinya sendiri.
Cinta kasih yang berhubungan erat dengan cita-cita justru harus diliputi oleh waspada dalam hati dan pikiran. Waspada akan tingkah kelakuan satu sama lain dan waspada akan penggoda di dalam hatinya sendiri.
Kewaspadaan itu
menghendaki pengamatan dan penghayatan satu sama lain mengenai sikap dan
pendirian terhadap hal-hal yang penting yang sudah pasti dijumpai dalam hidup
antara lain soal keluarga, agama, kemasyarakatan, dan sebagainya.
Perbedaan sikap
dan pendirian terhadap hal-hal yang penting (prinsip) seperti diatas, niscaya
akan mengakibatkan kesukaran dikemudian hari. Persesuaian haruslah timbul dari
keyakinan dan tidak dengan membohongi diri sendiri, misalnya dengan berjanji
atau memberi berkesanggupan dengan sumpah lisan atau tulisan, pernikahan di
muka kantor pencatatan sipil, dan lain sebagainya tetapi di dalam hati masih
ada keraguan.
Pertunangan
dengan atau tanpa tukar cincin adalah usaha untuk mendekatkan pria dan wanita
yang menjalin kisah dan hendak hidup sebagai suami isteri. Pertunangan tidak
boleh diartikan lalu boleh bergaul sebebas-bebasnya hingga perbuatan sebagai
suami isteri.
13
Dalam hal itu calon isteri
haruslah teguh hati, mencegah jangan sampai terjamah kehormatannya. Ingatlah,
bahwa calon suami atau istri itu bukan atau belum suami atau istrinya.Sekali
terjadi peristiwa dan sang wanita hamil tidak mustahil menjadi persoalan
sebagai pangkal persengketaan. Kalau sang pria ingkar, pertunangan putus, sang
wanita menjadi korban.
C.
UPACARA
TRADISIONAL
·
Upacara
Tradisional Padusan
Upacara tradisional padusan diadakan
di obyek wisata Pemandian Jolotundo, Sumber Air Ingas, Ponggok, Lumban Tirto
dan Tirto Mulyono sehari sebelum menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan.
Kegiatan ini dihadiri beribu ribu pengunjung guna mensucikan diri sebelum
menjalankan ibadah puasa.
Menurut kepercayaan budaya kebiasaan
atau tradisional orang jawa pada umumnya bagi yang menganut agama Islam
mempunyai anggapan bahwa sebelum menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan
perlu mensucikan diri, orang Jawa menyebutnya dengan padusan yaitu mandi di
pemandian tersebut di atas agar puasanya dapat lancar, berjalan dengan baik
sehingga banyak pengunjung yang datang ke obyek wisata pemandian
tersebut.
·
Upacara
Tradisional Jadongan Ruwah
Terletak di Duku Paseban, Desa Paseban, Kecamatan Bayat
Jarak darikota
Klaten ± 15 km
Luas kawasan 1 ha
Diadakan Pada hari Jumat tiap tanggal 27 Ruwah
Sifat Rutin tiap tiap tahun
Jumlah pengunjung ± 5.000 orang
Jarak dari
Luas kawasan 1 ha
Diadakan Pada hari Jumat tiap tanggal 27 Ruwah
Sifat Rutin tiap tiap tahun
Jumlah pengunjung ± 5.000 orang
Legenda :
Upacara tradisional Jodongan / Ruwahan tepatnya pada
hari Jumat Kliwon tanggal 27 Ruwah di Paseban Bayat. Hal ini terjadi karena
masyarakat khususnya di Bayat tidak dapat melupakan jasa jasa Kyai Ageng
Pandanaran yang telah ikhlas meninggalkan jabatan dan harta kekayaan, semata
mata untuk mencari kebahagiaan dan kesempurnaan di akherat. Beliau diangkat
menjadi wali pada hari Jumat Kliwon tanggal 27 Ruwah
14
setelah
menjadi wali penutup, menggantikan wali Syeh Siti Jenar selama 25 tahun.
Maka tiap tiap tanggal 27 Ruwah ditetapkan sebagai hari
Jodongan / Ruwahan, timbullah suatu kepercayaan dari masyarakat bahwa pada hari
hari Jodongan / Ruwahan semua penduduk membuat hidangan / kenduri yang
ditempatkan pada Jodang untuk dibawa bersama sama naik ke Makam Kyai Ageng
Pandanaran dengan diiringi Reyog atau Rodad. Para
penduduk berkumpul di Gapura pertama yang tercantum sengkalan Murti Sariro Jlengging
Ratu (berarti tahun berdirinya Gaura 1488). Setelah perlengkapan lengkap
mulailah para wanita nyunggi tenong dan para pria memikul Jodang diiringi
dengan Reyog / Rodad berjalan perlahan lahan menuju ke gapura kedua yang
bernama Segoro Muncar yang disebelah kanan gapura terdapat langgar sedang
disebelah kirinya terdapat sebuah bangunan yang disebut Balai Rante.
Iring iringan berhenti sejenak, Reyog / Rodad berhenti
di Balai Rante untuk terus mengadakan pertunjukan, sedang pembawa Jodang terus
menaiki dengan undak undakan. Tangga batu berakhir pada sebuah Masjid yang
terletak pada ujung depan komplek makam, di belakang Masjid terdapat bangsal
pria yaitu Bangsal Jawi. Setelah melewati gapura Pangrantunan sampai pada
bangsal wanita yaitu Bangsal Jero.
Dengan melalui tiga gapura lagi yaitu Pangemut,
Pamuncar, dan Bale Kencur sampailah pada pendopo Praboyekso. Disinilah para
pembawa Jodang berhenti untuk mengadakan upacara selamatan dengan membaca
Tahlil dan Doa. Setelah upacara selesai para sesepuh / orang terkemuka menaiki
tangga batu yang di kiri kanannya terdapat sepasang Gentong Sinogo dan setelah
melalui gapura terakhir sampailah pada Gedong Intan tempat dimana Sunan
Tembayat dimakamkan dengan kedua istri beliau.
15
Upacara Jodongan / Ruwahan ini berjalan tiap tiap tahun
setelah sholat Jumat dan satu minggu sebelum hari pelaksanaan diadakan upacara
membersihkan makam yang berada di komplek makam Sunan Tembayat, satu minggu
sebelum hari pelaksanaan tempat ini sudah ramai dikunjungi orang.
D. MAKANAN KHAS JAWA TENGAH
Nasi Gandul Lumpi Soto kudus
Ayam
goreng Buntil Gethuk goreng
Kalasan
Sego
pecel Tempe mendoan Clorot
E. TEMPAT WISATA
· Lawang Sewu
Lawang
Sewu Terletak
di komplek tugumuda, dahulu merupakan gedung megah berbaya art deco, yang
digunakan Belanda sebagai kantor pusat kereta api ( trem ), atau lebih dikenal
dengan Nederlandsch Indische Spoorweg Maschaappij ( NIS ). Bangunan karya
Arsitek Belanda Prof. Jacob F. Klinkhamer dan B.J Queendag.
16
menurut catatan sejarah dibangun tahun 1903,
kemudian diresmikan pada tanggal 1 juli 1907.Masyarakat Semarang lebih mengenal
gedung ini dengan sebutan Gedung LawangSewu, mengingat gedung ini memiliki
jumlah pintu dalam jumlah banyak, yangt dalam arti kiasan banyak berarti
jumlahnya seribu atau lebih , yang dalam bahasa jawa Lawang Sewu.Lawang berarti
pintu dan Sewu berarti seribu.
Dari
catatan sejarah, Lawang Sewu yang selalu dipadati wisatawan pada musim liburan
tersebut, dibangun pertama kali pada tahun 1903 dan diresmikan pengunaannya
pada 1 Juli 1907. Kekunoan Lawang Sewu kini tak kalah menarik dari Gereja
Belenduk yang begitu fenomenal dan berdiri kokoh di kawasan Kota Lama Semarang.
Wisata Indonesia Surga Dunia.
Wisata Indonesia Surga Dunia.
· Pantai marina semarang
Wisatanesia.com-Pantai
Marina Merupakan
taman rekreasi. Pantai yang dilengkapi dengan kolam renang, sky air, speed
boat, dan arena bermain anak – anak. Dibuka setiap hari pukul 06.00 selama 24
jam.Di pantai Marina
kita dapat bermain jet sky maupun berselancar, naik stom boat dan perahu atau
hanya sekedar santai beristirahat sambil menikmati keindahan pantai dan deburan
ombak. Pada pagi hari kawasan ini sangat cocok untuk berolahraga jogging.
Pantai Marina merupakan tempat yang amat
tenang,banyak muda mudi di waktu sore hari memanfaatkan pantai marina buat
melepaskan penat kehidupan kota semarang . Pantai
Marina terletak di bagian utara Kota Semarang, tepatnya di jalan Yos Sudarso
kurang lebih 4 km dari Tugumuda,
· Candi borobudur
Wisatanesia.com-Borobudur adalah nama sebuah
candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Lokasi
candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km
di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi ini
didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi
pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Dalam etnis Tionghoa, candi ini
disebut juga 婆羅浮屠 (Hanyu Pinyin: pó
luó fú tú)
Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama
candi ini. Salah satunya menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari
kata Sambharabhudhara, yaitu artinya "gunung" (bhudara) di mana di
lereng-lerengnya terletak teras-teras.
17
Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat
lainnya. Misalkan kata borobudur berasal dari ucapan "para Buddha"
yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa
nama ini berasal dari dua kata "bara" dan "beduhur". Kata
bara konon berasal dari kata vihara, sementara ada pula penjelasan lain di mana
bara berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya kompleks candi atau biara dan
beduhur artinya ialah "tinggi", atau mengingatkan dalam bahasa Bali
yang berarti "di atas". Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama
yang berada di tanah tinggi.
Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya
untuk mendapatkan gelar doktor pada 1950 berpendapat bahwa Borobudur
adalah tempat pemujaan. Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Kahulunan,
Casparis memperkirakan pendiri Borobudur adalah raja mataram dinasti Syailendra bernama
Samaratungga, yang melakukan pembangunan sekitar tahun 824 M. Bangunan raksasa
itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani.
Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad. Dalam prasasti
Karangtengah pula disebutkan mengenai penganugerahan tanah sima (tanah bebas
pajak) oleh Çrī Kahulunan (Pramudawardhani) untuk memelihara Kamūlān yang
disebut Bhūmisambhāra. Istilah Kamūlān sendiri berasal dari kata mula yang
berarti tempat asal muasal, bangunan suci untuk memuliakan leluhur, kemungkinan
leluhur dari wangsa Sailendra. Casparis memperkirakan bahwa Bhūmi Sambhāra
Bhudhāra dalam bahasa sansekerta yang berarti "Bukit himpunan kebajikan
sepuluh tingkatan boddhisattwa", adalah nama asli Borobudur .
Candi Borobudur berbentuk punden berundak, yang
terdiri dari enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk
bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Selain itu tersebar
di semua tingkat-tingkatannya beberapa stupa.
Borobudur yang bertingkat sepuluh
menggambarkan secara jelas filsafat mazhab Mahayana. bagaikan sebuah kitab, Borobudur menggambarkan sepuluh tingkatan Bodhisattva
yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha.
Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu,
yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau
"nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu
yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian yang tertutup
struktur tambahan ini terdapat 120 panel cerita Kammawibhangga.
18
Sebagian kecil struktur tambahan itu disisihkan
sehingga orang masih dapat melihat relief pada bagian ini.
Empat lantai dengan dinding berelief di atasnya
oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu
adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat
oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam
bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat
pada ceruk-ceruk dinding di atas ballustrade atau selasar.
Mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya
tidak berelief. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa
atau tidak berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini
melambangkan alam atas, di mana manusia sudah bebas dari segala keinginan dan
ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Patung-patung Buddha
ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam
kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar.
Tingkatan tertinggi yang menggambarkan
ketiadaan wujud dilambangkan berupa stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa
digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa terbesar ini pernah
ditemukan patung Buddha yang tidak sempurna atau disebut juga unfinished
Buddha, yang disalahsangkakan sebagai patung Adibuddha, padahal melalui
penelitian lebih lanjut tidak pernah ada patung pada stupa utama, patung yang
tidak selesai itu merupakan kesalahan pemahatnya pada zaman dahulu. menurut
kepercayaan patung yang salah dalam proses pembuatannya memang tidak boleh
dirusak. Penggalian arkeologi yang dilakukan di halaman candi ini menemukan
banyak patung seperti ini.
Di masa lalu, beberapa patung Buddha bersama
dengan 30 batu dengan relief, dua patung singa, beberapa batu berbentuk kala,
tangga dan gerbang dikirimkan kepada Raja Thailand, Chulalongkorn yang
mengunjungi Hindia Belanda (kini Indonesia) pada
tahun 1896 sebagai hadiah dari pemerintah Hindia Belanda ketika itu.
19
Struktur Borobudur tidak memakai semen sama
sekali, melainkan sistem interlock yaitu seperti balok-balok Lego yang bisa menempel
tanpa lem.
Di setiap tingkatan dipahat relief-relief pada
dinding candi. Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut
mapradaksina dalam bahasa Jawa Kuna yang berasal dari bahasa Sansekerta daksina
yang artinya ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya,
antara lain relief-relief cerita jātaka.
Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa
dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya,
mulainya di sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu gerbang itu. Maka
secara nyata bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang sesungguhnya (utama)
dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi menghadap ke timur meskipun
sisi-sisi lainnya serupa benar.
Secara runtutan, maka cerita pada relief candi
secara singkat bermakna sebagai berikut :
Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi dinding batur yang terselubung tersebut menggambarkan hukum karma. Deretan relief tersebut bukan merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura menggambarkan suatu cerita yang mempunyai korelasi sebab akibat. Relief tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela manusia disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahir - hidup - mati (samsara) yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan.
Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi dinding batur yang terselubung tersebut menggambarkan hukum karma. Deretan relief tersebut bukan merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura menggambarkan suatu cerita yang mempunyai korelasi sebab akibat. Relief tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela manusia disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahir - hidup - mati (samsara) yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan.
20
Merupakan penggambaran riwayat Sang Buddha
dalam deretan relief-relief (tetapi bukan merupakan riwayat yang lengkap ) yang
dimulai dari turunnya Sang Buddha dari sorga Tusita, dan berakhir dengan
wejangan pertama di Taman Rusa dekat kota Banaras . Relief ini berderet dari tangga pada sisi sebelah
selatan, setelah melampui deretan relief sebanyak 27 pigura yang dimulai dari
tangga sisi timur. Ke-27 pigura tersebut menggambarkan kesibukan, baik di sorga
maupun di dunia, sebagai persiapan untuk menyambut hadirnya penjelmaan terakhir
Sang Bodhisattwa selaku calon Buddha. Relief tersebut menggambarkan lahirnya
Sang Buddha di arcapada ini sebagai Pangeran Siddhartha, putra Raja Suddhodana
dan Permaisuri Maya dari Negeri Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120
pigura, yang berakhir dengan wejangan pertama, yang secara simbolis dinyatakan
sebagai Pemutaran Roda Dharma, ajaran Sang Buddha di sebut dharma yang juga
berarti "hukum", sedangkan dharma dilambangkan sebagai roda.
Jataka adalah cerita tentang Sang Buddha
sebelum dilahirkan sebagai Pangeran Siddharta. Isinya merupakan pokok
penonjolan perbuatan baik, yang membedakan Sang Bodhisattwa dari makhluk lain
manapun juga. Sesungguhnya, pengumpulan jasa/perbuatan baik merupakan tahapan
persiapan dalam usaha menuju ketingkat ke-Buddha-an.
Sedangkan Awadana, pada dasarnya hampir sama
dengan Jataka akan tetapi pelakunya bukan Sang Bodhisattwa, melainkan orang
lain dan ceritanya dihimpun dalam kitab Diwyawadana yang berarti perbuatan
mulia kedewaan, dan kitab Awadanasataka atau seratus cerita Awadana. Pada relief
candi Borobudur jataka dan awadana,
diperlakukan sama, artinya keduanya terdapat dalam deretan yang sama tanpa
dibedakan. Himpunan yang paling terkenal dari kehidupan Sang Bodhisattwa adalah
Jatakamala atau untaian cerita Jataka, karya penyair Aryasura dan jang hidup
dalam abad ke-4 Masehi.
Merupakan deretan relief menghiasi dinding
lorong ke-2,adalah cerita Sudhana yang berkelana tanpa mengenal lelah dalam
usahanya mencari Pengetahuan Tertinggi tentang Kebenaran Sejati oleh Sudhana.
Penggambarannya dalam 460 pigura didasarkan pada kitab suci Buddha Mahayana
yang berjudul Gandawyuha, dan untuk bagian penutupnya berdasarkan cerita kitab
lainnya yaitu Bhadracari.
21
· Pantai Jati malang
Wisatanesia.com-Pantai
Jatimalang Terletak di Desa
Jatimalang Kecamatan Purwodadi yang berjarak + 18 km dari pusat kota Purworejo. Pantai Jatimalang merupakan potensi
wisata alam keindahan Laut Selatan. Akses masuk ke potensi wisata Jatimalang
ini sudah dilengkapi dengan beberapa sarana dan prasarana seperti jalan hotmik
sampai tepi pantai, bangunan gasebo, tempat pelelangan ikan (TPI) dengan
beberapa perahu penangkap ikan dan beberapa rumah makan yang menyajikan sajian
ikan bakar segar dari tangkapan para nelayan setempat
Wisata Indonesia Surga Dunia
Wisata Indonesia Surga Dunia
· Goa seplawan
Wisatanesia.com-Goa
Seplawan terletak di Desa
Donorejo, Kecamatan Kaligesing dengan jarak tempuh + 20 km ke arah Timur dari
pusat kota Purworejo dengan
ketinggian 700 m dpl sehingga udaranya sangat sejuk. Goa
ini memiliki ciri khusus berupa ornamen yang terdapat di dalam goa, antara lain
staklatit, staklamit, flowstone, helekit, soda straw, gower dam dan
dinding-dindingnya berornamen seperti kerangka ikan. Panjang Goa Seplawan + 700
m dengan cabang-cabang goa sekitar 150-300 m dan berdiameter 15 m. Goa alam
yang sangat menakjubkan ini menjadi semakin terkenal dengan diketemukannya arca
emas Dewa Syiwa dan Dewi seberat 1,5 kg pada tanggal 28 Agustus 1979 yang
sekarang arca tersebut disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Dan
agaknya hal itu memang benar. Karena saat pertama kali ditemukan pada tanggal
28 Agustus 1979, di dalam salah satu lorong goa ditemukan sebuah arca sepasang
dewa dewi yang terbuat dari emas murni. Keberadaan patung sepasang dewa dewi
yang tak lain adalah Dewa Syiwa dan Dewi Parwati ( seberat 1,5 kg ) tersebut,
menunjukkan kalau Goa Seplawan sebelumnya dijadikan sebagai tempat pemujaan
Wisata Indonesia Surga Dunia
Wisata Indonesia Surga Dunia
· Wisata Baturaden
Wisatanesia.com-wisata
Baturaden terbentang di sebelah
selatan di kaki Gunung Slamet pada ketinggian sekitar 640 m diatas permukaan
laut. Baturaden terletak hanya 14 km dari Kota Purwokerto yang dihubungkan
dengan jalan yang memadai. Di tempat wisata ini Anda dapat menikmati
pemandangan indah & udara pegunungan yang segar dengan suhu 18'° Celcius -
25° Celcius.
22
Sedangkan,
Gunung Slamet dengan ketinggian 3.428 m, merupakan gunung berapi terbesar dan
gunung tertinggi ke-2 di Jawa. Jika cuacanya bagus, Kota Purwokerto dapat
terlihat dari Baturaden, begitu juga dengan Cilacap dan Nusa Kambangan Ketika
kita melihat gunung Slamet, kita dapat melihat lereng gunung Slamet yang
ditutupi oleh hutan Heterogen
Wisata Indonesia Surga Dunia
Wisata Indonesia Surga Dunia
· Dataran Tinggi Dieng
Wisatanesia.com-Dataran Tinggi
Dieng (Dieng
Plateu) berada disebelah timur laut Kota Banjarnegara ,Jawa Tengah atau berjarak
sekitar 55km, Dataran Tinggi Dieng merupakan
daerah tujuan wisata nomor 2 di Jawa Tengah setelah Candi Borobudur.
Dataran Tinggi
Dieng Yang awalnya
merupakan Gunung Berapi yang meletus dengan dahsyat, sekarang puncak gunung
terlempar, tinggallah sekarang suatu dataran yang berada di puncak gunung atau
yang lebih dikenal dengan sebutan " DIENG PLATEU".
Ditengah-tengah Dataran Tinggi
Dieng pada Zaman
dahulu terdapat sebuah tempat pemujaan dan asrama pendidikan bagi agama Hindu
tertua di Indonesia. Sebagai bangunan suci tersebut sampai sekarang dapat kita
saksikan dengan adanya candi beserta puing-puing bekas Vihara. Dari obyek yang
dapat kita saksikan saat ini terdapat 8 buah candi
Kawah Sikidang, Kawah Si Banteng,
Kawah Sileri, Kawah Candradimuka, Telaga Balaikumbang, Telaga Medada,
Telaga Siwi, Telaga Dringa, Telaga Sinila, Sumur Jala Tunda,
Goa Jumut, Gangsiran Asmotoma.
Bagi masyarakat Sekitar Dataran Tinggi
Dieng, sebutan Dieng sering diterjemahkan sebagai Kahyangan atau
tempat bersemanyamnya para Dewa. Memang obyek wisata pegunungan ini menjajikan
pemandangan alam yang memukau. Hamparan hutan jati, kawah-kawah yang masih
aktif, serta udara yang sejuk membuat kawasan obyek wisata Dataran Tinggi
Diengberkesan damai dan tenang.
Suasana Sejuk Dataran tinggi
Dieng terletak tepat di perbatasan antara Kabupaten
Banjarnegara dan Wonosobo.
Wilayah terbesar Dataran Tinggi
Dieng milik Kabupaten
Banjarnegara. Merupakan dataran paling tinggi di Jawa yang terletak
pada ketinggian 2.093 m di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 150 C.
23
Daya tarik wisata lain yang dapat
dikunjungi misalnya kelompok Candi Hindu Pandawa, Telaga Warna dan Pengilon,
Kawah Sikidang, Goa Semar, Mata Air Sungai Serayu, Proses Budidaya Jamur
Merang, dll.
Secara geografis, Dataran Tinggi
Dieng (Dieng Plateau)
berada di dua wilayah Kabupaten
Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo.
Letaknya pada ketinggian sekitar 2,093 meter di atas permukaan air laut, dengan
suhu siang hari antara 15 derajat Celcius dan 10 derajat Celcius pada malam
hari.
Pada waktu musim kemarau, suhu dapat
turun drastis di bawah titik nol derajat Celcius. Rendahnya suhu tersebut
membekukan embun. Menurut petani Dieng, kristal-kristal embun yang sering
disebut embun upas sangat tidak bersahabat. Tanaman kentang dan kubis mereka
terancam jika embun ganas tersebut datang.
Luas Dataran Tinggi
Dieng 619,846
hektar, dikelilingi gugusan gunung antara lain Gunung Sumbing, Gunung Sindoro,
Gunung Perahu, Gunung Rogojembangan serta Gunung Bismo. Keindahan Dieng
menawarkan suatu sensasi menarik. Percaya atau tidak, pengunjung yang datang
dari arah Wonosobo dapat menyaksikan dua kali matahari
terbit.
Matahari terbit Dieng diberi julukan
sebagai Golden Sunrise, dengan matahari keemasan dan silver sunrise, dengan
warna sinar matahari putih perak. Penampilan matahari terbit yang pertama, atau
Golden Sunrise, dapat dilihat dari menara pandang pada ketinggian 1,700 meter
di atas permukaan laut. Lokasi ini sebelum memasuki Desa Dieng. Sedang
penampilan kedua, atau Silver Sunrise, dapat disaksikan dari kompleks Candi
Hindu..Wisata Indonesia Surga Dunia
· Kawah Sikidang
Kawah
ini adalah kawah vulkanik dengan lubang kepundan berada di daerah dataran
sehingga kawah dapat disaksikan langsung dari bibir kawah. Sampai saat ini
kawah Sikidang masih aktif mengeluarkan uap panas sehingga air kawah mendidih
dan bergejolak.
Bau khas pegunungan berapi, kepulan asap putih selalu menghiasi penampilan kawah ini.
Uap panas yang keluar disertai semburan air yang mendidih berwarna kelabu selalu muncul berpindah-pindah dan berlompat-lompat dari satu tempat ke tempat lain seperti seekor Kidang, sehingga dinamai kawah Sikidang.Wisata Indonesia Surga Dunia
Bau khas pegunungan berapi, kepulan asap putih selalu menghiasi penampilan kawah ini.
Uap panas yang keluar disertai semburan air yang mendidih berwarna kelabu selalu muncul berpindah-pindah dan berlompat-lompat dari satu tempat ke tempat lain seperti seekor Kidang, sehingga dinamai kawah Sikidang.Wisata Indonesia Surga Dunia
24
· Candi Sewu
Wisatanesia.com-Candi
Sewu Masih di kawasan Candi Prambanan, kurang lebih 1 km di utara, wisatawan
juga dapat melihat komplek bangunan suci Candi
Sewu. Agak berbeda dengan Prambanan, Candi
Sewu merupakan peninggalan
kebudayaan Buddha kedua terbesar setelah Borobudur.
Berdasarkan
prasasti dan data arsitekturnya, Candi
Sewudibangun sekitar tahun 782 M–792 M, tepatnya pada masa pemerintahan Rakai Panakaran dan Rakai Panaraban(seorang
raja besar Mataram kuno). Dan merajuk pada prasasti berangka tahun 714 C atau
792 M yang ditemukan pada tahun 1960 disini, nama asli Candi Sewu adalah Manjus’rigrha atau rumah
Manjusri, yaitu salah satu Boddhisatwa dalam agama Buddha. Segala informasi
yang berkenaan dengan Candi Prambanan, berikut berbagai jenis cindera
mata, hingga buku-buku kepariwisataan dan potensi tujuan wisata sekitar DIY
atau Jateng, bisa wisatawan dapatkan di
Pusat
Penerangan Candi Prambanan. Dan demi memudahkan wisatawan
menikmati segala keindahan, disediakan sebuah rangkaian Kereta Mini yang akan
mengelilingi kawasan Taman Wisata Candi Prambanan hingga ke Candi Sewu.
Selain
itu, kawasan Taman Wisata Candi Prambanan juga memiliki Arena Bermain Anak-Anak
yang sejuk dan nyaman, dimana sering digunakan sebagai tempat lomba burung
berkicau. Masyarakat umum juga dapat memanfaatkan Bumi Perkemahan Rama Shinta
yang tersedia di dalam kawasan untuk acara-acara pertemuan, acara keluarga,
ulang tahun, perpisahan sekolah maupun resepsi pernikahan. Sebab di Bumi
Perkemahan tersedia tempat parkir, pendopo, toilet, kamar mandi dan lapangan
olahraga yang dapat dimanfaatkan. Bahkan disini juga tersdia penyewaan tenda,
pengeras suara, meja, kursi, lampu penerangan dan acara kesenian Reog, Jatilan.
Wisata Indonesia Surga Dunia
Wisata Indonesia Surga Dunia
· Candi Prambanan
Wisatanesia.com-Candi
Prambanan Sebagai peninggalan
kebudayaan Hindu terbesar di Indonesia, Candi
Prambananmemang memiliki pesona keindahan tersendiri. Sebab selain bentuk
bangunan dan tata letaknya yang menakjubkan, candi
Prambanan juga menyimpan
kisah sejarah dan legenda yang sangat menarik wisatawan. Tak heran bila candi
yang terletak di tepi jalan raya 17 Km dari Yogyakarta menuju Solo ini menjadi
obyek wisata andalan bagi kedua kota
tersebut.
25
Komplek
candi yang dibangun pada abad 9 M ini memiliki tiga bangunan utama
berarsitektur indah setinggi 47 meter. Ketiga bangunan tersebut melambangkan
Trimurti, yaitu ajaran tentang tiga dewa utama yang terdiri dari Candi Siwa
(Dewa Pelebur) di tengah,
Candi
Brahma (Dewa
Penjaga) di selatan, dan Candi
Wisnu(Dewa Pencipta) di utara. Kemudian di depan bangunan utama ini
terdapat tiga candi yang lebih kecil sebagai perlambang Wahana (kendaraan) dari
Trimurti. Ketiga candi tersebut adalah Candi
Nandi (kerbau) yang merupakan
kendaraan Siwa, Candi Angsa kendaraannya Brahma, dan Candi Garuda kendaraan
Wisnu.
Para wisatawan juga dapat
melihat dan mengikuti kisah cerita Ramayana yang reliefnya dipahatkan searah
jarum jam pada dinding pagar langkan Candi Siwa dan bersambung di Candi Brahma.
Sedangkan pada pagar langkan Candi Wisnu dipahatkan relief cerita Krisnayana.
Memasuki Candi Utama (Candi Siwa) dari arah utara, wisatawan juga dapat melihat patung seorang putri cantik bernama Roro Jonggrang. Menurut legenda, Roro Jonggrang adalah putri Raja Boko yang ingin dinikahi oleh Bandung Bondowoso, seorang lelaki perkasa Putra Raja Pengging. Roro Jonggrang yang tidak mencintaiBandung ,
berusaha menolak pinangan ini dengan mengajukan syarat agar dibuatkan seribu
candi dalam satu malam.
Memasuki Candi Utama (Candi Siwa) dari arah utara, wisatawan juga dapat melihat patung seorang putri cantik bernama Roro Jonggrang. Menurut legenda, Roro Jonggrang adalah putri Raja Boko yang ingin dinikahi oleh Bandung Bondowoso, seorang lelaki perkasa Putra Raja Pengging. Roro Jonggrang yang tidak mencintai
Dengan
kekuatan supranatural, Bandung
menyanggupi syarat tersebut dan hampir berhasil menyelesaikan tugasnya. Roro
Jonggrang yang panik, berusaha menggagalkan keberhasilan ini dengan mengerahkan
para wanita desa untuk membakar jerami dan menumbuk padi sehingga suasananya
berubah seperti pagi hari.
Mengira tenggat waktunya telah berakhir, semua kekuatan supranatural yang membantuBandung
berlarian. Tak ayal, pekerjaan yang nyaris selesai akhirnya terbengkalai.
Kegagalan ini tentu saja membuat Bandung
murka. Dan karena tidak dapat menahan amarahnya, Bandung mengutuk Roro Jonggrangmenjadi sebuah
patung.
Mengira tenggat waktunya telah berakhir, semua kekuatan supranatural yang membantu
Kisah
legenda tersebut secara lengkap dapat wisatawan lihat di gedung Museum
yang berada di dalam lokasi Candi Prambanan. Sebab selain memiliki ruang Audio
Visual yang memutarkan film selama 15 menit tentang sejarah ditemukannya Candi
Prambanan hingga proses renovasi dan purna pugarnya secara lengkap, Museum ini
juga memamerkan koleksi benda-benda arkeologi serta perhiasan-perhiasan
peninggalan raja Mataram kuno yang ditemukan di Wonoboyo, Klaten.
Wisata Indonesia Surga Dunia
Wisata Indonesia Surga Dunia
26
F. TARIAN ASAL JAWA TENGAH
·
Tari klasik
a)
Tari
Bedhaya
Budaya Islam ikut
mempengaruhi bentuk-bentuk tari yang berangkat pada jaman Majapahit. Seperti
tari Bedhaya 7 penari berubah menjadi 9 penari disesuaikan dengan jumlah Wali
Sanga. Ide Sunan Kalijaga tentang Bedhaya dengan 9 penari ini akhirnya sampai
pada Mataram Islam, tepatnya sejak perjanjian Giyanti pada tahun 1755 oleh
Pangeran Purbaya, Tumenggung Alap-alap dan Ki Panjang Mas, maka disusunlah
Bedhaya dengan penari berjumlah 9 orang.
17
Hal ini kemudian dibawa ke Kraton Kasunanan
Surakarta. Oleh Sunan Pakubuwono I dinamakan Bedhaya Ketawang, termasuk jenis
Bedhaya Suci dan Sakral, dengan nama peranan sebagai berikut :
a. Endhel Pojok
b. Batak
c. Gulu
d. Dhada
e. Buncit
f. Endhel Apit Ngajeng
g. Endhel Apit Wuri
h. Endhel Weton Ngajeng
i. Endhel Weton Wuri
Berbagai jenis tari Bedhaya yang belum mengalami perubahan :
-- Bedhaya Ketawang lama tarian 130 menit
-- Bedhaya Pangkur lama tarian 60 menit
-- Bedhaya Duradasih lama tarian 60 menit
-- Bedhaya Mangunkarya lama tarian 60 menit
-- Bedhaya Sinom lama tarian 60 menit
-- Bedhaya Endhol-endhol lama tarian 60 menit
-- Bedhaya Gandrungmanis lama tarian 60 menit
-- Bedhaya Kabor lama tarian 60 menit
-- Bedhaya Tejanata lama tarian 60 menit
Pada umumnya berbagai jenis Bedhaya tersebut berfungsi menjamu tamu raja dan menghormat serta menyambut Nyi Roro Kidul, khususnya
a. Endhel Pojok
b. Batak
c. Gulu
d. Dhada
e. Buncit
f. Endhel Apit Ngajeng
g. Endhel Apit Wuri
h. Endhel Weton Ngajeng
i. Endhel Weton Wuri
Berbagai jenis tari Bedhaya yang belum mengalami perubahan :
-- Bedhaya Ketawang lama tarian 130 menit
-- Bedhaya Pangkur lama tarian 60 menit
-- Bedhaya Duradasih lama tarian 60 menit
-- Bedhaya Mangunkarya lama tarian 60 menit
-- Bedhaya Sinom lama tarian 60 menit
-- Bedhaya Endhol-endhol lama tarian 60 menit
-- Bedhaya Gandrungmanis lama tarian 60 menit
-- Bedhaya Kabor lama tarian 60 menit
-- Bedhaya Tejanata lama tarian 60 menit
Pada umumnya berbagai jenis Bedhaya tersebut berfungsi menjamu tamu raja dan menghormat serta menyambut Nyi Roro Kidul, khususnya
27
Bedhaya Ketawang yang
jarang disajikan di luar Kraton, juga sering disajikan pada upacara keperluan
jahat di lingkungan Istana. Di samping itu ada juga Bedhaya-bedhaya yang
mempunyai tema kepahlawanan dan bersifat monumental.
Melihat lamanya penyajian tari Bedhaya (juga Srimpi) maka untuk konsumsi masa kini perlu adanya inovasi secara matang, dengan tidak mengurangi ciri dan bobotnya.
Contoh Bedhaya garapan baru :
-- Bedhaya La la lama tarian 15 menit
-- Bedhaya To lu lama tarian 12 menit
-- Bedhaya Alok lama tarian 15 menit]
dll
Melihat lamanya penyajian tari Bedhaya (juga Srimpi) maka untuk konsumsi masa kini perlu adanya inovasi secara matang, dengan tidak mengurangi ciri dan bobotnya.
Contoh Bedhaya garapan baru :
-- Bedhaya La la lama tarian 15 menit
-- Bedhaya To lu lama tarian 12 menit
-- Bedhaya Alok lama tarian 15 menit]
dll
b)
Tari
Srimpi
Tari Srimpi yang ada
sejak Prabu Amiluhur ketika masuk ke Kraton mendapat perhatian pula. Tarian
yang ditarikan 4 putri itu masing-masing mendapat sebutan : air, api, angin dan
bumi/tanah, yang selain melambangkan terjadinya manusia juga melambangkan empat
penjuru mata angin. Sedang nama peranannya Batak, Gulu, Dhada dan Buncit.
Komposisinya segi empat yang melambangkan tiang Pendopo. Seperti Bedhaya, tari
Srimpipun ada yang suci atau sakral yaitu Srimpi Anglir Mendhung. Juga karena
lamanya penyajian (60 menit) maka untuk konsumsi masa kini diadakan inovasi.
Contoh Srimpi hasil garapan baru :
Srimpi Anglirmendhung menjadi 11 menit
Srimpi Gondokusumo menjadi 15 menit
dll.
Beberapa contoh tari klasik yang tumbuh dari Bedhaya dan Srimpi :
a. Beksan Gambyong : berasal dari tari Glondrong yang ditarikan oleh Nyi Mas Ajeng Gambyong. Menarinya sangat indah ditambah kecantikan dan modal suaranya yang baik, akhirnya Nyi Mas itu dipanggil oleh Bangsawan Kasunanan Surakarta untuk menari di Istana sambil memberi pelajaran kepada para putra/I Raja. Oleh Istana tari itu diubah menjadi tari Gambyong.
Srimpi Anglirmendhung menjadi 11 menit
Srimpi Gondokusumo menjadi 15 menit
dll.
Beberapa contoh tari klasik yang tumbuh dari Bedhaya dan Srimpi :
a. Beksan Gambyong : berasal dari tari Glondrong yang ditarikan oleh Nyi Mas Ajeng Gambyong. Menarinya sangat indah ditambah kecantikan dan modal suaranya yang baik, akhirnya Nyi Mas itu dipanggil oleh Bangsawan Kasunanan Surakarta untuk menari di Istana sambil memberi pelajaran kepada para putra/I Raja. Oleh Istana tari itu diubah menjadi tari Gambyong.
28
Selain sebagai
hiburan, tari ini sering juga ditarikan untuk menyambut tamu dalam upacara
peringatan hari besar dan perkawinan. Adapun ciri-ciri Tari ini :
-- Jumlah penari seorang putri atau lebih
-- Memakai jarit wiron
-- Tanpa baju melainkan memakai kemben atau bangkin
-- Tanpa jamang melainkan memakai sanggul/gelung
-- Jumlah penari seorang putri atau lebih
-- Memakai jarit wiron
-- Tanpa baju melainkan memakai kemben atau bangkin
-- Tanpa jamang melainkan memakai sanggul/gelung
-- Dalam menari boleh
dengan sindenan (menyanyi) atau tidak.
b. Beksan Wireng : berasal dari kata Wira (perwira) dan 'Aeng' yaitu prajurit yang unggul, yang 'aeng', yang 'linuwih'. Tari ini diciptakan pada jaman pemerintahan Prabu Amiluhur dengan tujuan agar para putra beliau tangkas dalam olah keprajuritan dengan menggunakan alat senjata perang. Sehingga tari ini menggambarkan ketangkasan dalam latihan perang dengan menggunakan alat perang. Ciri-ciri tarian ini :
-- Ditarikan oleh dua orang putra/i
-- Bentuk tariannya sama
-- Tidak mengambil suatu cerita
-- Tidak menggunakan ontowacono (dialog)
-- Bentuk pakaiannya sama
-- Perangnya tanding, artinya tidak menggunakan gending
sampak/srepeg, hanya iramanya/temponya kendho/kenceng
-- Gending satu atau dua, artinya gendhing ladrang kemudian
diteruskan gendhing ketawang
-- Tidak ada yang kalah/menang atau mati.
c. Tari Pethilan : hampir sama dengan Tari Wireng. Bedanya Tari Pethilan mengambil adegan / bagian dari ceritera pewayangan.
Ciri-cirinya :
-- Tari boleh sama, boleh tidak
-- Menggunakan ontowacono (dialog)
-- Pakaian tidak sama, kecuali pada lakon kembar
-- Ada yang kalah/menang atau mati
-- Perang mengguanakan gendhing srepeg, sampak, gangsaran
-- Memetik dari suatu cerita lakon.
Contoh dari Pethilan :
-- Bambangan Cakil
-- Hanila
-- Prahasta, dll.
b. Beksan Wireng : berasal dari kata Wira (perwira) dan 'Aeng' yaitu prajurit yang unggul, yang 'aeng', yang 'linuwih'. Tari ini diciptakan pada jaman pemerintahan Prabu Amiluhur dengan tujuan agar para putra beliau tangkas dalam olah keprajuritan dengan menggunakan alat senjata perang. Sehingga tari ini menggambarkan ketangkasan dalam latihan perang dengan menggunakan alat perang. Ciri-ciri tarian ini :
-- Ditarikan oleh dua orang putra/i
-- Bentuk tariannya sama
-- Tidak mengambil suatu cerita
-- Tidak menggunakan ontowacono (dialog)
-- Bentuk pakaiannya sama
-- Perangnya tanding, artinya tidak menggunakan gending
sampak/srepeg, hanya iramanya/temponya kendho/kenceng
-- Gending satu atau dua, artinya gendhing ladrang kemudian
diteruskan gendhing ketawang
-- Tidak ada yang kalah/menang atau mati.
c. Tari Pethilan : hampir sama dengan Tari Wireng. Bedanya Tari Pethilan mengambil adegan / bagian dari ceritera pewayangan.
Ciri-cirinya :
-- Tari boleh sama, boleh tidak
-- Menggunakan ontowacono (dialog)
-- Pakaian tidak sama, kecuali pada lakon kembar
-- Ada yang kalah/menang atau mati
-- Perang mengguanakan gendhing srepeg, sampak, gangsaran
-- Memetik dari suatu cerita lakon.
Contoh dari Pethilan :
-- Bambangan Cakil
-- Hanila
-- Prahasta, dll.
29
d. Tari Golek : Tari ini berasal dari
-- Golek Clunthang iringan Gendhing Clunthang
-- Golek Montro iringan Gendhing Montro
-- Golek Surungdayung iringan Gendhing Ladrang Surungdayung, dll.
e. Tari Bondan : Tari ini dibagi menjadi :
-- Bondan Cindogo
-- Bondan Mardisiwi
-- Bondan Pegunungan/Tani.
Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi merupakan tari gembira, mengungkapkan rasa kasih sayang kepada putranya yang baru lahir. Tapi Bondan Cindogo satu-satunya anak yang ditimang-timang akhirnya meninggal dunia.
Sedang pada Bondan
Mardisiwi tidak, serta perlengakapan tarinya sering tanpa menggunakan kendhi
seperti pada Bondan Cindogo. Ciri pakaiannya :
-- Memakai kain Wiron
-- Memakai Jamang
-- Memakai baju kotang
-- Menggendong boneka, memanggul payung
-- Membawa kendhi (dahulu), sekarang jarang.
Untuk gendhing iringannya Ayak-ayakan diteruskan Ladrang Ginonjing. Tapi sekarang ini menurut kemampuan guru/pelatih tarinya. Sedangkan Bondan Pegunungan, melukiskan tingkah laku putri asal pegunungan yang sedang asyik menggarap ladang, sawah, tegal pertanian. Dulu hanya diiringi lagu-lagu dolanan tapi sekarang diiringi gendhing-gendhing lengkap. Ciri pakaiannya :
-- mengenakan pakaian seperti gadis desa, menggendong tenggok, memakai caping
dan membawa alat pertanian.
-- Di bagian dalam sudah mengenakan pakaian seperti Bondan biasa, hanya tidak memakai jamang tetapi memakai sanggul/gelungan. Kecuali jika memakai jamang maka klat bahu, sumping, sampur, dll sebelum dipakai dimasukkan tenggok.
-- Memakai kain Wiron
-- Memakai Jamang
-- Memakai baju kotang
-- Menggendong boneka, memanggul payung
-- Membawa kendhi (dahulu), sekarang jarang.
Untuk gendhing iringannya Ayak-ayakan diteruskan Ladrang Ginonjing. Tapi sekarang ini menurut kemampuan guru/pelatih tarinya. Sedangkan Bondan Pegunungan, melukiskan tingkah laku putri asal pegunungan yang sedang asyik menggarap ladang, sawah, tegal pertanian. Dulu hanya diiringi lagu-lagu dolanan tapi sekarang diiringi gendhing-gendhing lengkap. Ciri pakaiannya :
-- mengenakan pakaian seperti gadis desa, menggendong tenggok, memakai caping
dan membawa alat pertanian.
-- Di bagian dalam sudah mengenakan pakaian seperti Bondan biasa, hanya tidak memakai jamang tetapi memakai sanggul/gelungan. Kecuali jika memakai jamang maka klat bahu, sumping, sampur, dll sebelum dipakai dimasukkan tenggok.
30
Bentuk tariannya ;
pertama melukiskan kehidupan petani kemudian pakaian bagian luar yang
menggambarkan gadis pegunungan dilepas satu demi satu dengan membelakangi
penonton. Selanjutnya menari seperti gerak tari Bondan Cindogo / Mardisiwi.
f. Tari Topeng :
Tari ini sebenarnya berasal dari Wayang Wong atau drama. Tari Topeng yang pernah mengalami kejayaan pada jaman Majapahit, topengnya dibuat dari kayu dipoles dan disungging sesuai dengan perwatakan tokoh/perannya yang diambil dari Wayang Gedhog, Menak Panji. Tari ini semakin pesat pertumbuhannya sejak Islam masuk terutama oleh Sunan Kalijaga yang menggunakannya sebagai penyebaran agama. Beliau menciptakan 9 jenis topeng, yaitu topeng Panji Ksatrian, Condrokirono, Gunung sari, Handoko, Raton, Klono, Denowo, Benco(Tembem), Turas (Penthul). Pakaiannya dahulu memakai ikat kepala dengan topeng yang diikat pada kepala.
f. Tari Topeng :
Tari ini sebenarnya berasal dari Wayang Wong atau drama. Tari Topeng yang pernah mengalami kejayaan pada jaman Majapahit, topengnya dibuat dari kayu dipoles dan disungging sesuai dengan perwatakan tokoh/perannya yang diambil dari Wayang Gedhog, Menak Panji. Tari ini semakin pesat pertumbuhannya sejak Islam masuk terutama oleh Sunan Kalijaga yang menggunakannya sebagai penyebaran agama. Beliau menciptakan 9 jenis topeng, yaitu topeng Panji Ksatrian, Condrokirono, Gunung sari, Handoko, Raton, Klono, Denowo, Benco(Tembem), Turas (Penthul). Pakaiannya dahulu memakai ikat kepala dengan topeng yang diikat pada kepala.
·
Tari Tradisional
Selain tari-tari
klasik, di Jawa Tengah terdapat pula tari-tari tradisional yang tumbuh dan
berkembang di daerah-daerah tertentu. Kesenian tradisional tersebut tak kalah
menariknya karena mempunyai keunikan-keunikan tersendiri. Beberapa contoh
kesenian tradisional :
a. Tari Dolalak, di Purworejo.
Pertunjukan ini dilakukan oleh beberapa orang penari yang berpakaian menyerupai pakaian prajurit Belanda atau Perancis tempo dulu dan diiringi dengan alat-alat bunyi-bunyian terdiri dari kentrung, rebana, kendang, kencer, dllnya. Menurut cerita, kesenian ini timbul pada masa berkobarnya perang Aceh di jaman Belanda yang kemudian meluas ke daerah lain.
b. Patolan (Prisenan), di Rembang.
Sejenis olahraga gulat rakyat yang dimainkan oleh dua orang pegulat dipimpin oleh dua orang Gelandang (wasit) dari masing-masing pihak. Pertunjukan ini diadakan sebagai olah raga dan sekaligus hiburan di waktu senggang pada sore dan malam hari terutama di kala terang bulan purnama. Lokasinya berada di tempat-tempat yang berpasir di tepi pantai. Seni gulat rakyat ini berkembang di kalangan pelajar terutama di pantai antara kecamatan Pandagan, Kragan, Bulu sampai ke Tuban, Jawa Timur.
31
c. Blora.
Daerah ini terkenal dengan atraksi kesenian Kuda Kepang, Barongan dan Wayang Krucil(sejenis wayang kulit terbuat dari kayu).
Daerah ini terkenal dengan atraksi kesenian Kuda Kepang, Barongan dan Wayang Krucil(sejenis wayang kulit terbuat dari kayu).
d. Pekalongan
Di daerah Pekalongan terdapat kesenian Kuntulan dan Sintren. Kuntulan adalah kesenian bela diri yang dilukiskan dalam tarian dengan iringan bunyi-bunyian seperti bedug, terbang, dllnya. Sedangkan Sintren adalah sebuah tari khas yang magis animistis yang terdapat selain di Pekalongan juga di Batang dan Tegal. Kesenian ini menampilkan seorang gadis yang menari dalam keadaan tidak sadarkan diri, sebelum tarian dimulai gadis menari tersebut dengan tangan terikat dimasukkan ke dalam tempat tertutup bersama peralatan bersolek, kemudian selang beberapa lama ia telah selesai berdandan dan siap untuk menari. Atraksi ini dapat disaksikan pada waktu malam bulan purnama setelah panen.
e. Obeg dan Begalan.
Kesenian ini berkembang di Cilacap. Pemain Obeg ini terdiri dari beberapa orang wanita atau pria dengan menunggang kuda yang terbuat dari anyaman bambu (kepang), serta diiringi dengan bunyi-bunyian tertentu. Pertunjukan ini dipimpin oleh seorang pawang (dukun) yang dapat membuat pemain dalam keadaan tidak sadar.
Begalan adalah salah satu acara dalam rangkaian upacara perkawinan adat Banyumas. Kesenian ini hidup di daerah Bangumas pada umumnya juga terdapat di Cilacap, Purbalingga maupun di daerah di luar Kabupaten Banyumas. Yang bersifat khas Banyumas antara lain Calung, Begalan dan Dalang Jemblung.
f. Calung dari Banyumas
Calung adalah suatu bentuk kesenian rakyat dengan menggunakan bunyi- bunyian semacam gambang yang terbuat dari bambu, lagu-lagu yang dibawakan merupakan gending Jawa khas Banyumas. Juga dapat untuk mengiringi tarian yang diperagakan oleh beberapa penari wanita. Sedangkan untuk Begalan biasanya diselenggarakan oleh keluarga yang baru pertama kalinya mengawinkan anaknya. Yang mengadakan upacara ini adalah dari pihak orang tua mempelai wanita.
g. Kuda Lumping (Jaran Kepang) dari Temanggung
Kesenian ini diperagakan secara massal, sering dipentaskan untuk menyambut tamu -tamu resmi atau biasanya diadakan pada waktu upacara
32
h. Lengger dari Wonosobo
Kesenian khas Wonosobo ini dimainkan oleh dua orang laki-laki yang masing-masing berperan sebagai seorang pria dan seorang wanita. Diiringi dengan bunyi-bunyian yang antara lain berupa Angklung bernada Jawa. Tarian ini mengisahkan ceritera Dewi Chandrakirana yang sedang mencari suaminya yang pergi tanpa pamit. Dalam pencariannya itu ia diganggu oleh raksasa yang digambarkan memakai topeng. Pada puncak tarian penari mencapai keadaan tidak sadar.
i. Jatilan dari Magelang
Pertunjukan ini biasanya dimainkan oleh delapan orang yang dipimpin oleh seorang pawang yang diiringi dengan bunyi-bunyian berupa bende, kenong dll. Dan pada puncaknya pemain dapat mencapai tak sadar.
j. Tarian Jlantur dari Boyolali
Sebuah tarian yang dimainkan oleh 40 orang pria dengan memakai ikat kepala
k. Ketek Ogleng dari Wonogiri
Kesenian yang diangkat dari ceritera Panji, mengisahkan cinta kasih klasik pada jaman kerajaan
·
Tari gerapan baru (kreasi baru)
Meskipun namanya
'baru' tetapi semua tari yang termasuk jenis ini tidak meninggalkan unsur-unsur
yang ada dari jenis tari klasik maupun tradisional. Sebagai contoh :
33
a. Tari Prawiroguno
Tari ini menggambarkan seorang prajurit yang sedang berlatih diri dengan perlengkapan senjata berupa pedang untuk menyerang musuh dan juga tameng sebagai alat untuk melindungi diri.
Tari ini menggambarkan seorang prajurit yang sedang berlatih diri dengan perlengkapan senjata berupa pedang untuk menyerang musuh dan juga tameng sebagai alat untuk melindungi diri.
b. Tari Tepak-Tepak Putri
Tari yang menggambarkan kelincahan gerak remaja-remaja putri sedang bersuka ria memainkan rebana, dengan iringan pujian atau syair yang bernafas Islam.
- ARSITEKTUR JAWA TENGAH
Arsitektur atau Seni Bangunan
yang terdapat di daerah Provinsi Jawa Tengah dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Arsitektur Tradisional, yaitu Seni Bangunan Jawa asli yang hingga kini masih tetap hidup dan berkembang pada masyarakat Jawa.
Ilmu yang mempelajari seni bangunan oleh masyarakat Jawa biasa disebut Ilmu Kalang atau disebut juga Wong Kalang.
a. Arsitektur Tradisional, yaitu Seni Bangunan Jawa asli yang hingga kini masih tetap hidup dan berkembang pada masyarakat Jawa.
Ilmu yang mempelajari seni bangunan oleh masyarakat Jawa biasa disebut Ilmu Kalang atau disebut juga Wong Kalang.
Yang merupakan
bangunan pokok dalam seni bangunan Jawa ada 5 (lima ) macam, ialah :
- Panggang-pe, yaitu bangunan hanya dengan atap sebelah sisi.
- Kampung, yaitu bangunan dengan atap 2 belah sisi, sebuah bubungan di tengah saja.
- Limasan, yaitu bangunan dengan atap 4 belah sisi, sebuah bubungan de tengahnya.
- Joglo atau Tikelan, yaitu bangunan dengan Soko Guru dan atap 4 belah sisi, sebuah bubungan di tengahnya.
- Tajug atau Masjid, yaitu bangunan dengan Soko Guru atap 4 belah sisi, tanpa bubungan, jadi meruncing.
- Panggang-pe, yaitu bangunan hanya dengan atap sebelah sisi.
- Kampung, yaitu bangunan dengan atap 2 belah sisi, sebuah bubungan di tengah saja.
- Limasan, yaitu bangunan dengan atap 4 belah sisi, sebuah bubungan de tengahnya.
- Joglo atau Tikelan, yaitu bangunan dengan Soko Guru dan atap 4 belah sisi, sebuah bubungan di tengahnya.
- Tajug atau Masjid, yaitu bangunan dengan Soko Guru atap 4 belah sisi, tanpa bubungan, jadi meruncing.
Masing-masing bentuk
berkembang menjadi beraneka jenis dan variasi yang bukan hanya berkaitan dengan
perbedaan ukurannya saja, melainkan juga dengan situasi dan kondisi daerah
setempat. Dari kelima macam bangunan pokok rumah Jawa ini, apabila diadakan
penggabungan antara 5 macam bangunan maka terjadi berbagai macam bentuk rumah
Jawa. Sebagai contoh : gedang selirang, gedang setangkep, cere gencet, sinom
joglo lambang gantung, dan lain-lain.
Menurut pandangan
hidup masyarakat Jawa, bentuk-bentuk rumah itu mempunyai sifat dan penggunaan
tersendiri.
34
Misalnya bentuk Tajug, itu selalu hanya
digunakan untuk bangunan yang bersifat suci, umpamanya untuk bangunan Masjid,
makam, dan tempat raja bertahta, sehingga masyarakat Jawa tidak mungkin rumah
tempat tinggalnya dibuat berbentuk Tajug.
Rumah yang lengkap
sering memiliki bentuk-bentuk serta penggunaan yang tertentu, antara lain :
- pintu gerbang : bentuk kampung
- pendopo : bentuk joglo
- pringgitan : bentuk limasan
- dalem : bentuk joglo
- gandhok (kiri-kanan) : bentuk pacul gowang
- dapur : bentuk kampung
- dan lain-lain.
- pintu gerbang : bentuk kampung
- pendopo : bentuk joglo
- pringgitan : bentuk limasan
- dalem : bentuk joglo
- gandhok (kiri-kanan) : bentuk pacul gowang
- dapur : bentuk kampung
- dan lain-lain.
Tetapi bagi orang yang
tidak mampu tidaklah mungkin akan demikian. Dengan sendirinya rumah yang berbentuk
doro gepak (atap bangunan yang berbentuk mirip burung dara yang sedang terbang
mengepakkan sayapnya) misalnya bagian-bagiannya dipergunakan untuk kegunaan
yang tertentu, misalnya :
-- emper depan : untuk Pendopo
-- ruang tengah : untuk tempat pertemuan keluarga
-- emper kanan-kiri : untuk senthong tengah dan senthong kiri kanan
-- emper yang lain : untuk gudang dan dapur.
Di beberapa daerah pantai terdapat pula rumah-rumah yang berkolong. Hal tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga bila ada banjir.
-- emper depan : untuk Pendopo
-- ruang tengah : untuk tempat pertemuan keluarga
-- emper kanan-kiri : untuk senthong tengah dan senthong kiri kanan
-- emper yang lain : untuk gudang dan dapur.
Di beberapa daerah pantai terdapat pula rumah-rumah yang berkolong. Hal tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga bila ada banjir.
Dalam Seni Bangunan
Jawa karena telah begitu maju, maka semua bagian kerangka rumah telah diberi
nama-nama tertentu, seperti : ander, dudur, brunjung, usuk peniyung, usuk
ri-gereh, reng, blandar, pengeret, saka guru, saka penanggap, umpak, dan
sebagainya.
Bahan bangunan rumah Jawa ialah terutama dari kayu jati. Arsitektur tradisional Jawa terbukti sangat populer tidak hanya di Jawa sendiri tetapi sampai menjangkau manca negara. Kedutaan Besar Indonesia di Singapura danMalaysia juga Bandar Udara
Soekarno-Hatta mempunyai arsitektur tradisional Jawa.
Bahan bangunan rumah Jawa ialah terutama dari kayu jati. Arsitektur tradisional Jawa terbukti sangat populer tidak hanya di Jawa sendiri tetapi sampai menjangkau manca negara. Kedutaan Besar Indonesia di Singapura dan
Arsitektur tradisional
Jawa harus dilihat sebagai totalitas pernyataan hidup yang bertolak dari tata
krama meletakkan diri, norma dan tata nilai manusia Jawa dengan segala kondisi
alam lingkungannya.
35
Arsitektur ini pada
galibnya menampilkan karya “swadaya dalam kebersamaan” yang secara arif
memanfaatkan setiap potensi dan sumber daya setempat serta menciptakan
keselarasan yang harmonis antara “jagad cilik” (mikrokosmos) dan “jagad gedhe”
(makrokosmos).
Pada dasarnya
arsitektur tradisonal Jawa – sebagaimana halnya Bali
dan daerah lain – adalah arsitektur halaman yang dikelilingi oleh pagar. Yang
disebut rumah yang utuh seringkali bukanlah satu bangunan dengan dinding yang
pejal melainkan halaman yang berisi sekelompok unit bangunan dengan fungsi yang
berbeda-beda. Ruang dalam dan luar saling mengimbas tanpa pembatas yang tegar.
Struktur bangunannya merupakan struktur rangka dengan konstruksi kayu, bagaikan
payung yang terpancang terbuka. Dinding ruangan sekedar merupakan tirai
pembatas, bukan dinding pemikul. Yang sangat menarik pula untuk diungkap adalah
struktur tersebut diperlihatkan secara jelas, wajar dan jujur tanpa ada usaha
menutup-nutupinya.
Demikian pula
bahan-bahan bangunannya, semua dibiarkan menunjukan watak aslinya. Di samping
itu arsitektur Jawa memiliki ketahanan yang cukup handal terhadap gempa.
Atap bangunannya selalu menggunakan tritisan yang lebar, yang sangat melindungi ruang beranda atau emperan di bawahnya. Tata ruang dan struktur yang demikian sungguh cocok untuk daerah beriklim tropis yang sering mengalami gempa dan sesuai untuk peri kehidupan manusia yang memiliki kepribadian senang berada di udara terbuka. Halaman yang lega dengan perkerasan pasir atau kerikil sangat bermanfaat untuk penyerapan air hujan. Sedangkan pepohonan yang ditanam seringkali memiliki sasraguna (multi fungsi), yaitu sebagai peneduh, penyaring debu, peredam angin dan suara, juga sebagai sumber pangan bagi manusia dan binatang bahkan sering pula dimanfaatkan untuk obat tradisional.
Atap bangunannya selalu menggunakan tritisan yang lebar, yang sangat melindungi ruang beranda atau emperan di bawahnya. Tata ruang dan struktur yang demikian sungguh cocok untuk daerah beriklim tropis yang sering mengalami gempa dan sesuai untuk peri kehidupan manusia yang memiliki kepribadian senang berada di udara terbuka. Halaman yang lega dengan perkerasan pasir atau kerikil sangat bermanfaat untuk penyerapan air hujan. Sedangkan pepohonan yang ditanam seringkali memiliki sasraguna (multi fungsi), yaitu sebagai peneduh, penyaring debu, peredam angin dan suara, juga sebagai sumber pangan bagi manusia dan binatang bahkan sering pula dimanfaatkan untuk obat tradisional.
Sumber utama untuk
mengenal seni bangunan Jawa untuk untuk daerah Jawa Tengah adalah Kraton Surakarta dan Kraton
Mangkunegaran. Juga peninggalan-peninggalan bangunan makam kuno serta
masjid-masjid kuno seperti Masjid Demak, Masjid Kudus dengan menaranya yang
bergaya khusus, Makam Demak, Makam Kadilangu, Makam Mengadeg, dll.
Di samping seni
bangunan Jawa asli yang berupa bangunan rumah tempat tinggal, terdapat juga
seni bangunan Jawa peninggalan dari jaman Sanjayawangça dan Syailendrawangça, semasa
berkuasa di daerah Jawa Tengah. Bangunan semasa itu biasanya menggunakan bahan
bangunan batu sungai, ada juga yang menggunakan batu merah, bahan kayu yang
36
peninggalannya tidak
kita jumpai lagi, tetapi kemungkinan dahulunya ada.
Fungsi bangunan-bangunan
itu bermacam-macam : sebagai tempat pemujaan, tugu peringatan, tempat
pemakaman, tempat bersemedi, dan sebagainya. Corak bangunan-bangunan agama itu
ada yang agama Budha Mahayana, misalnya : Borobudur .
Yang bercorak Trimurti, misalnya : Dieng. Sedangkan yang bercorak campuran
dengan kepercayaan daerah setempat, misalnya : Candi Sukuh dan Çeta.
Bentuk Rumah Panggang-pe :
Banyak kita jumpai sebagai tempat jualan minuman, nasi dan lain-lainnya yang terdapat di tepi jalan. Apabila diperkembangkan dapat berfungsi sebagai tempat ronda, tempat mobil / garasi, pabrik, dan sebagainya.
Bentuk Rumah Panggang-pe :
Banyak kita jumpai sebagai tempat jualan minuman, nasi dan lain-lainnya yang terdapat di tepi jalan. Apabila diperkembangkan dapat berfungsi sebagai tempat ronda, tempat mobil / garasi, pabrik, dan sebagainya.
Bentuk Rumah Kampung :
Umumnya sebagai tempat tinggal, baik di
Bentuk Rumah Limasan :
Terutama terlihat pada atapnya yang memiliki 4 (empat) buah bidang sisi, memakai dudur. Kebanyakan untuk tempat tinggal. Perkembangannya dengan penambahan emper atau serambi, serta beberapa ruangan akan tercipta bentuk-bentuk sinom, kutuk ngambang, lambang gantung, trajumas, dan lain-lain. Hanya saja yang berbentuk trajumas tidak biasa digunakan sebagai tempat tinggal.
Bentuk Rumah Tajug :
Ciri utamanya pada atap berbentuk runcing, soko guru dengan blandar-blandar tumpang sari, berdenah bujur sangkar, lantainya selalu di atas tanpa bertingkat. Dipergunakan sebagai tempat suci, semisal : Masjid, tempat raja bertahta, makam. Tidak ada yang untuk tempat tinggal.
Bentuk Rumah Joglo :
Memiliki ciri; atap terdiri dari 4 (empat) buah sisi soko guru dengan pemidangannya (alengnya) dan berblandar tumpang sari. Bangunan ini umumnya dipergunakan sebagai pendopo dan juga untuk tempat tinggal (dalem).
37
B. Arsitektur Modern ;
yaitu seni bangunan
yang ada di Provinsi Jawa Tengah yang mempunyai corak campuran antara seni
bangunan asli dengan pengaruh seni bangunan luar, atau campuran antara luar
dengan luar atau asli luar. Paduan unsur seni bangunan yang satu dengan yang
lain ini terutama terlihat pada konstruksi bangunannya, atau pada bentuk
atapnya.
Dari bagian yang mudah
terlihat ini, misalnya pada atap, orang dapat mengenalnya dengan mudah bahwa
bangunan itu unsur seninya perpaduan. Jenis bangunan yang termasuk arsitektur
modern ini dapat berfungsi sebagai tempat tinggal, rumah ibadah, gedung
sekolah, gedung pertemuan, rumah makan, dan lain sebagainya.
Sebagai contoh, Masjid
Kudus, yang selain berbentuk bangunan Jawa asli yaitu Tajug, juga memiliki
menara yang berbentuk bale kul-kul seni budaya Bali, mempunyai pintu gerbang
bergaya Persia .
Kantor-kantor Pemerintahan peninggalan masa
pemerintahan kolonial Belanda banyak yang memiliki pilar-pilar dengan Kapiteel
Yonis, Doris atauKornilis.
Monumen-monumen yang termasuk Arsitektur Modern adalah ; Monumen Palagan Ambarawa, Monumen Diponegoro di Magelang, Monumen Tugu Muda di Semarang, dan lain-lainnya.
H. WARISAN
BUDAYA JAWA TENGAH
v KERIS JAWA
Senjata tradisional sekaligus simbol berbagai hal dalam budaya
Jawa. Dalam budaya Jawa tradisional keris tidak hanya dianggap sebagai senjata
tradisional yang memiliki keunikan bentuk dan pamor.
Keris dianggap sebagai kelengkapan budaya spiritual. Keris
adalah senjata tradisional Jawa sekaligus perlambang kejantanan seorang pria.
Secara simbolik keris melambangkan kedewasaan, keperkasaan dan
kejantanan.
Seorang pria Jawa tradisional harus tangguh dan mampu melindungi
diri, keluarga, atau membela negara.
Pada masa lalu, keris juga dipakai sebagai simbol identitas
diri, baik itu untuk diri sendiri, keluarga, atau klan.
Keris tersebut memiliki ciri khas yang melambangkan kelebihan
kepribadian atau karakter mereka dalam masyarakat luas.Dahulu kala di zaman
kerajaan-kerajaan, tanda mata paling tinggi nilainya adalah keris.
38
Keris merupakan pemberian paling berharga dari seorang Raja Jawa
kepada para perwiranya atau abdi dalem. Dalam lingkungan kerajaan keris bisa
menjadi simbol kepangkatan.
Keris seorang raja berbeda dengan keris perwira atau abdi dalem
bawahannya. Tidak hanya bilah kerisnya saja yang berbeda tapi juga detil-detil
perhiasan perangkat pelengkapnya pun berbeda.
Keris
tidak hanya terbuat dari besi baja, besi, dan nikel, tapi juga dicampur dengan
batu meteor dan disertai doa kepada Sang Pencipta
Keris
dipercaya pula memiliki kekuatan magis karena doa yang diberikan seorang empu
atau pembuat keris.
v Wayang Kulit
Dasar – dasar Pewayangan
Wayang
kulit diciptakan Raja Jayabaya dari Kerajaan Mamenang/Kediri sekitar abad
ke-10. Raja berusaha menciptakan gambaran dari roh leluhurnya yang digoreskan
di atas daun lontar. Bentuknya ditiru dari gambaran relief cerita Ramayana pada
Candi Penataran di Blitar. Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia , yang terutama berkembang di Jawa dan
di sebelah timur semenanjung Malaysia
seperti di Kelantan dan Terengganu.
Figur
tokoh pertama yang diciptakan adalah Batara Guru atau Sang Hyang Jagadnata
adalah perwujudan dewa Wisnu. Secara umum wayang memang mengambil cerita dari
kisah Mahabarata dan Ramayana, tetapi tidak selalu terbatas pada kedua cerita
tadi saja. Satu hal yang pasti, untuk memahami cerita wayang atau lakonnya,
penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh pewayangan. Beberapa tokoh
pewayangan antara lain Kresna, Dewi Sinta, Dewi Arimbi, Srikandi, Surtikanti,
Punta Dewa, Bima, Arjuna, Werkudoro, Brotoseno, Sadewa, Nakula, dll.
Wayang
kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog
tokoh-tokoh wayang. Dalam pergelarannya, wayang kulit diiringi oleh musik
gamelan dengan nyanyian para pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di balik
layar yang disebut kelir dan terbuat dari kain putih. Bagian belakang kelir
disorotkan lampu listrik atau lampu minyak sehingga para penonton yang berada
di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir.
39
Persiapan Pembuatan Wayang Kulit
Wayang
kulit umunya terbuat dari kulit kerbau. Kenapa kulit kerbau? Karena tidak
mengandung banyak minyak. Kulit sapi contohnya, memiliki kandungan minyak
tinggi sehingga proses pengeringannya bisa sampai berminggu-minggu. Kulit
kerbau sudah bisa langsung kering setelah dijemur 4 sampai 5 hari.
Kulit
kerbau yang baru dikelupas dijemur di bawah sinar matahari dengan posisi
dibentangkan. Jika cuaca sedang mendung, seluruh permukaan kulit kerbau
ditaburi garam supaya tidak cepat busuk. Setelah benar-benar kering, kulit kembali
direndam selama satu malam, kemudian dijemur lagi. Baru setelah kering untuk
yang kedua kalinya bulu-bulu yang melekat pada kulit dikerok dengan pisau.
Peralatan
yang digunakan untuk membuat wayang kulit adalah besi yang ujungnya runcing.
Biasanya besi ini diambil dari jari-jari sepeda motor. Pada dasarnya besi dari
baja ini digunakan untuk menata atau membuat berbagai bentuk lubang. Coba kamu
perhatikan wayang kulit, ada banyak ukiran yang dibuat hingga benar-benar
berlubang.
Pembuatannya
Pertama kali yang dilakukan adalah menjiplak gambar atau pola
yang sudah ada. Setelah itu digunting sesuai bentuknya. Pola yang sudah jadi
terdiri dari beberapa bagian. Bagian tangan adalah yang dipasang pertama. Pada
tangan ada dua sambungan: lengan bagian atas dan siku. Cara menyambungnya
dengan sekrup kecil yang terbuat dari tanduk kerbau atau sapi. Untuk
menggerakkan bagian lengan digunakan tangkai berwarna kehitaman yang juga
terbuat dari tanduk kerbau.
Kalau kamu perhatikan, ada beberapa wayang kulit yang warnanya
keemasan. Warna emas itu didapat dari prada, kertas warna emas yang ditempel.
Cara lain adalah dengan dibron, dicat dengan bubuk yang dicairkan. Wayang yang
menggunakan prada hasilnya jauh lebih baik karena warnanya lebih tahan lebih
lama.
v Gamelan Jawa
Serangkaian
alat musik pukul dari tembaga khas Jawa.
Awalnya,
gamelan Jawa merupakan budaya Hindu yang digubah oleh Sunan Bonang.
40
Nah,
menurut catatan sejarah, perkembangan musik Jawa ini juga diperkirakan ada
sejak munculnya kentongan, rebab, tepukan ke mulut, gesekan pada tali atau
bambu tipis hingga dikenalnya alat musik dari logam.
Lama
kelamaan, musik jawa ini dinamakan gamelan. Biasanya, gamelan dipakai untuk
mengiringi pagelaran wayang, dan tarian Jawa Seperangkat gamelan terdiri dari beberapa alat musik, di
antaranya satu set alat musik serupa drum yang disebut kendang, rebab dan
celempung, gambang, gong dan seruling bambu.
Komponen
utama yang menyusun alat-alat musik gamelan adalah bambu, logam, dan kayu.
Masing-masing
alat memiliki fungsi tersendiri dalam pagelaran musik gamelan, misalnya saja
gong. Gong berperan sebagai penutup sebuah irama musik yang panjang.
Bunyi
gong juga memberi keseimbangan setelah sebelumnya musik gamelan ini dihiasi
oleh irama gending.
Gamelan Jawa adalah musik dengan nada pentatonis.
Gamelan Jawa adalah musik dengan nada pentatonis.
Satu
permainan gamelan komplit terdiri dari dua putaran, yaitu slendro dan pelog .
Lagu
yang terkenal sering dibawakan oleh kelompok gamelan Jawa adalah "Tombo
Ati." Lagu ini sering dinyanyikan pada acara pewayangan, pernikahan, atau
ritual Keraton.
v Batik
Kesenian
gambar di atas kain khas Jawa Tengah.
Kesenian
batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satukebudayaan keluarga
kerajaan di masa lampau, khususnya di Kerajaan Mataram kemudian Kerajaan
Keraton Solo dan Yogyakarta .
Awalnya
batik dikerjaan terbatas dalam keraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja,
keluarganya, serta para pengikutnya.
Oleh
karena banyaknya pengikut raja yang tinggal di luar keraton, maka kesenian
batik ini dibawa oleh mereka keluar keraton untuk dikerjakan di tempat
masing-masing.
Seiring
berjalannya waktu, kesenian batik ini ditiru oleh rakyat setempat dan kemudian
menjadi pekerjaan kaum wanita di dalam rumahnya untuk mengisi waktu senggang.
Selain
itu, batik yang awalnya hanya untuk keluarga keraton, akhirnya menjadi pakaian
rakyat yang digemari pria dan wanita.
41
Dahulu,
bahan kain putih yang dipergunakan untuk membatik adalah hasil tenunan sendiri.
Sementara bahan pewarnanya diambil dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia .
Beberapa
bahan pewarna tersebut antara lain pohon mengkudu, soga, dan nila. Bahan
sodanya dibuat dari soda abu dan garamnya dari tanah lumpur.
Sentra
kerajinan batik tersebar di daerah Pekalongan, Kota Surakarta, dan Kab.
Sragen.
v Bedhaya ketawang
Tari
kasih Raja Mataram dan Ratu Pantai Selatan
Bedhaya
Ketawang adalah tarian sakral yang rutin dibawakan dalam istana sultan Jawa (Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo).
Disebut
juga tarian langit, bedhaya ketawang merupakan suatu upacara yang berupa tarian
dengan tujuan pemujaan dan persembahan kepada Sang Pencipta.
Pada
awal mulanya di Keraton Surakarta tarian ini hanya diperagakan oleh tujuh
wanita saja. Namun karena tarian ini dianggap tarian khusus yang amat sacral,
jumlah penarik kemudian ditambah menjadi sembilan orang.
Sembilan
penari terdiri dari delapan putra-putri yang masih ada hubungan darah dan
kekerabatan dari keraton serta seorang penari gaib yag dipercaya sebagai sosok
Nyai Roro Kidul.
Tarian
ini diciptakan oleh Raja Mataram ketiga, Sultan Agung (1613-1646) dengan
latar belakang mitos percintaan raja Mataram pertama (Panembahan Senopati)
dengan Kanjeng Ratu Kidul (penguasa laut selatan).
Sebagai
tarian sakral, terdapat beberapa aturan dan upacara ritus yang harus dijalankan
oleh keraton juga para penari.
Bedhaya
ketawang bisa dimainkan sekitar 5,5 jam dan berlangsung hingga pukul 01.00
pagi.
Hadirin
yang terpilih untuk melihat atau menyaksikan tarian ini pun harus dalam keadaan
khusuk, semedi dan hening.
Artinya
hadirin tidak boleh berbicara atau makan, dan hanya boleh diam dan menyaksikan
gerakan demi gerakan sang penari.
Tarian
Bedhaya Ketawang besar hanya di lakukan setiap 8 tahun sekali atau sewindu
sekali.
Sementara,
Tarian Bedhaya Ketawang kecil dilakukan pada saat penobatan raja atau sultan,
pernikahan salah satu anggota keraton yang ditambah simbol-simbol.
42
BAB III
PENUTUP
- KESIMPULAN
Demikian yang dapat
saya paparkan mengenai Kebudayaan yang ada di Jawa Tengah. Tentunya masih
banyak kekurangan dan kelemahannya karena tebatasnya pengetahuan dan referensi
yang berhubungan dengan judul makalah ini.
Penulis banyak
berharan para pembaca dapat memberikan kritik dan sarannya yang dapat membangun
penlis demi sempurnanya makalah ini di kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini
berguna bagi penulis dan khususnya pada pembaca semuanya.
- SARAN - SARAN
- Perlunya pemerintah untuk menjaga warisan budaya
- Pentingnya kesadaran warga untuk menjaga warisan
budaya dan adapt istiadat yang ada
- Adapt istiadat yang ada di Jawa Tengah perlu di
lestarikan
- Tempat- tempat wisata yang ada di Jawa tengah
harus di jaga dan kembangkan
43
DAFTAR PUSTAKA
44
Tidak ada komentar:
Posting Komentar